Bank Indonesia Perlu Waspadai Tekanan Lebih Besar Terhadap Rupiah

Bisnis.com,13 Des 2017, 17:07 WIB
Penulis: Hadijah Alaydrus
Petugas mengangkut tumpukan uang kertas pada bagian pelayanan perkasan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Jawa Timur, di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (7/6)./Antara-Moch Asim

Bisnis.com, JAKARTA - Suku bunga Bank Indonesia (BI) 7 Day Repo Rate diperkirakan tetap berada pada level 4,25% kendati risiko kenaikan Fed Fund Rate (FFR) hampir bisa dipastikan dapat memberikan tekanan terhadap nilai tukar rupiah.

Konsensus 16 ekonom yang dikutip Bloomberg seluruhnya memperkirakan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 13-14 Desember 2017 akan mempertahankan suku bunga acuan pada 4,25%.

Kepala Ekonom PT Maybank Indonesia Tbk. Juniman menuturkan posisi suku bunga saat ini masih cukup membantu menjaga momentum pemulihan ekonomi. Namun, dia memperkirakan BI tidak bisa menahan suku bunganya pada level tersebut tahun depan jika pertemuan FOMC memberikan isyarat kenaikan FFR tahun depan akan dipercepat. "Ini penting dicermati bahwa jika Fed hawkish, BI harus melakukan mitigasi," ujar Juniman, Rabu (13/12).

Paling lambat, BI akan melakukan kenaikan suku bunga sebesar minimal 25 basis poin pada kuartal kedua tahun depan untuk menanggulangi dampak pengetatan di AS dan pengetatan suku bunga global agar rupiah tidak 'underpressure'.

Namun, Juniman melihat jika rupiah bergerak semakin liar. BI kemungkinan dapat menaikan suku bunganya kembali lebih cepat, yakni pada kuartal I/ 2017. Dalam situasi ini, kebijakan lain di luar instrumen suku bunga dinilai kurang efektif untuk menangkal risiko capital outflow jika Fed lebih hawkish tahun depan.

"Dengan kebijakan lain tidak efektif karena suku bunga harus dilawan dengan suku bunga," tegas Juniman.

Ekonom DBS Group Ltd. Gundy Cahyadi menuturkan BI cenderung akan mempertahankan suku bunga kali ini, sambil memantau perkembangan pasar keuangan seiring dengan kenaikan suku bunga Fed yang telah diantisipasi. "Kami memperkirakan BI akan mulai menaikkan suku bunga lagi di kuartal IV/ 2018, membawa tingkat suku bunga kembali ke 5% pada pertengahan 2019," ungkap Gundy.

Sama dengan Juniman, Gundy melihat perlunya antisipasi untuk menahan laju nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dengan menaikan suku bunga domestik. Bahkan, dia menilai langkah antisipatiff ini perlu sekalipun risiko keuangan Indonesia lebih rendah dibandingkan tahun 2013. "Rupiah yang terlalu lemah cenderung merupakan hambatan pertumbuhan PDB. Makanya, kami berharap BI bisa menekan pelemahan rupiah yang cukup besar."

Dari rangkuman Bisnis, BI memperhatikan sejumlah risiko dalam beberapa minggu terakhir, baik dari risiko global dan domestik. Di sisi global, BI melihat risiko terkait pengetatan moneter negara maju yang dapat memicu pembalikan modal dan risiko geopolitik di sejumlah wilayah.

Sementara itu, dari dalam negeri, BI mencatat adanya risiko terkait memperbesar ruang fiskal melalui peningkatan penerimaan pajak, serta konsolidasi korporasi yang masih berlanjut dan intermediasi perbankan yang belum optimal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Fajar Sidik
Terkini