Dolar Berbalik Melemah, Rupiah Tetap Di Zona Merah

Bisnis.com,18 Des 2017, 17:19 WIB
Penulis: Aprianto Cahyo Nugroho
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah ditutup melemah pada akhir perdagangan hari ini, Senin (18/12/2017).

Rupiah ditutup melemah 0,08% atau 11 poin ke level Rp13.581 per dolar AS. Pagi tadi, rupiah dibuka juga dengan pelemahan 0,05% atau 7 poin di posisi 13.577.

Adapun pada perdagangan Jumat (15/12), rupiah ditutup menguat 0,04% atau 6 poin ke level Rp13.570 per dolar AS. Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak di kisaran Rp13.575 – Rp13.607 per dolar AS.

Sejalan dengan rupiah, mayoritas mata uang Asia juga melemah, dipimpin baht Thailand dengan depresiasi sebesar 0,35%, berdasarkan data Bloomberg. Pelemahan baht diikuti rupee India dan ringgit Malaysia yang masing-masing melemah 0,24% dan 0,17%.

Sementara itu, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama terpantau berbalik melemah 0,24% atau 0,225 poin ke level 93,707 pada pukul 16.54 WIB.

Dolar AS melemah di tengah kehati-hatian menjelang pemungutan suara di Kongres AS mengenai reformasi pajak, setelah undang-undang tersebut bergerak selangkah lebih dekat untuk diratifikasi pada akhir pekan.

Dilansir Reuters, dolar AS sempat menguat setelah anggota Partai Republik di komite perunding Senat dan DPR pada hari Jumat memberikan sentuhan akhir mengenai perombakan pajak menyeluruh yang melibatkan pemotongan pajak perusahaan besar.

Namun, dolar berbalik melemah menyusul beberapa ketidakpastian bahwa RUU tersebut memang akan dorong untuk disahkan, dan dengan beberapa keraguan mengenai efek pro-pertumbuhan ekonomi yang mengiringi UU pajak tersebut.

"Kami melihat beberapa tekanan ke atas euro karena kami menunggu untuk melihat apa yang terjadi di AS dengan undang-undang perpajakan, sehingga posisi dolar tertahan sebelum keputusan tersebut terjadi," kata Soeren Hettler, analis mata uang di DZ Bank, seperti dikutip Reuters.

"Ada banyak keraguan bahwa ini akan menjadi reformasi pajak bersejarah yang dijanjikan," tambah Hettler.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Fajar Sidik
Terkini