Ekspor Produk Tembakau RI Terancam Kebijakan Kemasan Polos

Bisnis.com,19 Des 2017, 19:31 WIB
Penulis: Yusuf Waluyo Jati
Ilustrasi - Aktivitas di sebuah pabrik rokok./Bisnis

Bisnis,com, JAKARTA - Pada Februari 2018, Indonesia akan menghadapi babak baru terkait dengan kebijakan kemasan polos tanpa merek alias plain packaging ketika Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO akan mengumumkan hasil sengketa dagang Australia dengan Indonesia bersama Honduras, Republik Dominika, dan Kuba.

Sebelumnya, berdasarkan pemberitaan terkait dengan hasil laporan sementara tidak resmi dari WTO terhadap keputusan sengketa dagang tersebut, Indonesia kemungkinan dinyatakan kalah.

Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moeftie mengatakan, jika pernyataan tersebut benar adanya, Indonesia akan mendapatkan ancaman serius terutama pada ekspor produk tembakau.

Dia mengatakan, Gaprindo akan mendukung upaya banding pemerintah Indonesia di WTO jika dinyatakan kalah dalam sengketa dagang kebijakan plain packaging terhadap Australia.

“Selain kekhawatiran mengenai ekspor produk tembakau, kami juga melihat bahwa kebijakan plain packaging dapat mencederai hak kekayaan intelektual dan melenyapkan fungsi merek dagang, serta memiliki dampak sistemik terhadap regulasi produk ekspor strategis nasional lainnya yang memiliki profil risiko seperti aneka produk makanan dan kelapa sawit," ucapnya dalam keterangan pers yang diterima, Selasa (19/12/2017).

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo mengatakan, Indonesia pasti akan mengajukan banding jika dinyatakan kalah pada laporan akhir oleh WTO appellate body.

“Kami akan naik banding jika kalah, meskipun hanya kalah satu dari 12 sampai 13 klaim, karena kebijakan plain packaging itu tidak benar, baik dalam konteks produk tembakau maupun dalam komitmen perdagangan global,” jelas Iman.

Kebijakan plain packaging yang bertujuan mengurangi dorongan calon perokok untuk membeli atau mengonsumsi rokok pertama kali diterapkan di Australia terhadap seluruh produk tembakau pada 2012 dan disusul oleh Prancis dan Inggris pada 2016.

Hingga saat ini, sejumlah negara lain seperti Irlandia, Norwegia, Hongaria, Slovenia, Swedia, Finlandia, Kanada, Selandia Baru, Singapura, Belgia, dan Afrika Selatan juga sedang mempertimbangkan kebijakan tersebut.

Selain itu, kebijakan plain packagaing dianggap telah melanggar beberapa pasal, di antaranya adalah Pasal 20 yang menyatakan bahwa anggota WTO tidak diperbolehkan untuk menerapkan persyaratan khusus yang secara tidak dibenarkan akan mempersulit penggunaan merek dagang.

Selain itu, Pasal 2.2 dari Trade Barrier to Trade (TBT) Agreement WTO yang menyatakan anggota WTO berkewajiban untuk memastikan bahwa peraturan teknis yang diterapkan tidak menghambat perdagangan lebih daripada yang diperlukan.

Kebijakan plain packaging mengatur secara rinci penampilan kemasan untuk produk tembakau, dari segi ukuran, bentuk, fitur fisik dan warna. Para produsen produk tembakau tidak diperbolehkan untuk menampilkan merek, logo, simbol, maupun fitur desain lainnya pada kemasan, termasuk merek dagang.

Satu-satunya pengecualian adalah untuk penulisan nama merek dan varian, meskipun harus disajikan dalam bentuk khusus yang seragam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Yusuf Waluyo Jati
Terkini