Eksekusi Terpidana Mati Belum Prioritas. Ini Alasan Kejagung

Bisnis.com,19 Jan 2018, 21:21 WIB
Penulis: Sholahuddin Al Ayyubi
Lokasi Lapangan Tembak Tunggal Panaluan, di Pulau Nusakambangan, terlihat dari dermaga penyeberangan Wijayapura, Cilacap, Jateng, Rabu (27/7/2016)./Antara-Idhad Zakaria

Kabar24,com, JAKARTA--‎Kejaksaan Agung ‎belum memprioritaskan eksekusi terpidana mati sepanjang tahun ini. Hal itu terjadi karena tahun ini masih banyak pekerjaan rumah yang lebih penting untuk diselesaikan.

Jaksa Agung, H.M Prasetyo mengakui sepanjang tahun 2017 belum ada satu pun terpidana mati yang dieksekusi. Rencananya tahun lalu ada 12 gembong narkoba yang akan dieksekusi mati‎.

Namun, eksekusi terbentur regulasi yang mengizinkan terpidana mati boleh mengajukan grasi dan Peninjauan Kembali (PK) tanpa batas. Hal tersebut membuat jaksa sulit melakukan eksekusi mati.

"Nanti saja kalau itu, kita masih banyak pikirin yang lain ya, masih banyak hal lain yang diprioritaskan, ada yang lebih penting," tutur Prasetyo, Jumat (19/1/2018).

Sejauh ini Kejaksaan Agung sudah menggagendakan eksekusi tahap tiga. Namun dari 14 orang narapidana mati yang diagendakan, hanya empat orang yang telah dieksekusi.

Keempat orang itu adalah Michael Titus Igweh (Nigeria), Freddy Budiman (WNI), Humphrey Ejike (Nigeria) dan Seck Osmane‎ (Senegal).

Keempat orang itu dieksekusi sekitar pukul 00.45 WIB di di Lapangan Tunggal Panaluan, Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Sabtu (29/7/2016).

Sebelumnya, eksekusi gelombang pertama dilakukan terhadap enam terpidana pada18 Januari 2015. Sedangkan delapan orang berikutnya dieksekusi pada gelombang kedua, 29 April 2015.

Sebanyak 10 orang terpidana mati belum dieksekusi.

Mereka adalah Humphrey Jefferson, Ozias Sibanda, Eugene Ape,Obina Nwajagu (Nigeria) dan Okonkwo Nonso Kingsley (Nigeria).

Kemudian ditambah Merri Utami, Agus Hadi dan Pujo Lestari (Indonesia), Gurdip Singh (India), Zulfiqar Ali (Pakistan) dan Frederick Luttar (Nigeria).

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi memutuskan permohonan grasi tidak dibatasi waktu. Kendati demikian, grasi tidak bisa menunda pelaksanaan eksekusi mati pada terpidana.

Putusan itu dikabulkan atas permohonan pembunuh bos Asaba, Suud Rusli yang menggugat undang-undang grasi.

Sebelum putusan MK dikabulkan, grasi maksimal diajukan hanya 1 tahun sejak putusan berkekuatan hukum tetap (inkrach).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Saeno
Terkini