SNI Slag Baja Untungkan Pabrikan

Bisnis.com,31 Jan 2018, 16:47 WIB
Penulis: Annisa Sulistyo Rini
Industri baja/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA—Penerbitan Standar Nasional Indonesia (SNI) mengenai pemanfaatan slag baja sebagai bahan agregrat pembangunan jalan menjadi angin segar bagi industri baja.

Slag  adalah limbah padat bukan logam yang dihasilkan dari proses peleburan logam pada tanur (furnace) dan merupakan kumpulan oksida dalam keadaan lebur dan terpisah dari fasa logam cair selama proses peleburan.

Pada tahun lalu, SNI yang diterbitkan terkait slag baja adalah SNI 8378:2017 mengenai Spesifikasi Lapis Pondasi dan Bawah Menggunakan Slag dan SNI 8379:2017 mengenai Spesifikasi Material Pilihan (Selected Material) Menggunakan Slag Untuk Kontruksi Jalan.

SNI ini terbit setelah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Perindustrian, IISIA dan kalangan akademisi melakukan penelitian beberapa tahun terakhir.

Ismail Mandry, Wakil Ketua Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (the Indonesian Iron and Steel Industry Association/IISIA), mengatakan selama ini para pelaku industri baja dibayangi ketakutan melanggar hukum terkait pengelolaan slag karena material ini dianggap sebagai bahan berbahaya dan beracun (B3). Pemerintah juga dianggap tidak memberikan jalan keluar mengenai pengelolaan slag.

“Dengan SNI ini, kami ada jalan keluar soal penanganan slag karena dulu kami bingung mau dibuang ke mana, salah buang kami melanggar hukum. Setelah di-crushing, slag baja menjadi produk, bukan B3 lagi. Ini membuat industri baja juga lebih bergairah,” ujarnya seusai acara Sosialisasi Material Slag Besi Baja Sebagai Bahan Agregrat Pembangunan Jalan di Jakarta, Rabu (31/1/2018).

Menurut Ismail, selama ini slag yang dihasilkan oleh pabrikan baja hanya ditimbun atau diangkut ke tempat penampungan. Pengangkutan slag ke tempat penampungan ini membutuhkan biaya yang tidak murah.

Selain mendapatkan jalan keluar mengenai pengelolaan slag, produsen baja juga berpotensi mendapatkan pemasukan dari penjualan slag sebagai bahan agregrat pembangunan jalan.  “Kami dapat ganda, jalan keluar dan potensi pemasukan,” ucapnya.

Ismail menyebutkan dari 195 perusahaan yang menjadi anggota IISIA, sebanyak 39 perusahaan menghasilkan slag baja dari proses produksi. Di Indonesia, pada tahun lalu industri baja menghasilkan sebanyak 1,62 juta ton slag baja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ratna Ariyanti
Terkini