Susun APBD, Kemendagri Dorong Pemanfaatan Kajian BI

Bisnis.com,06 Feb 2018, 21:59 WIB
Penulis: Hadijah Alaydrus
Ilustrasi APBD/kopel-online.or.id
Bisnis.com, JAKARTA--Kementerian Dalam Negeri RI akan mendorong pemanfaatan kajian, evaluasi dan data Bank Indonesia sebagai dasar pemerintah daerah menyusun Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah (APBD)
 
Sekjen Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Hadi Prabowo mengungkapkan banyak pemerintah daerah yang mengesampingkan kajian, evaluasi atau rilis data Bank Indonesia sebagai acuan penyusunan APBD.
 
Padahal, dokumen bank sentral tersebut cukup lengkap karena mengantisipasi sektor ekonomi makro dan mikro, serta mendekati hasil rilis BPS.
 
Sementara itu, dalam penyusunan APBD ada prolog terkait dengan indikator makro ekonomi dan target pertumbuhan ekonomi, serta target pengurangan pengangguran dan lain sebagainya. 
 
Akibat kurangnya pemanfaatan data BI dalam penyusunan APBD, pertumbuhan ekonomi di daerah kurang kuat. 
 
"Setelah dievaluasi di dalamnya daya ungkitnya tidak kuat, indikatornya hebat. Namun di dalam penyusunan APBD di dalamnya itu juga lebih pada komponen infrastruktur makro," ungkap Hadi.
 
Selain itu, dia menegaskan APBD hanya teruji pada kebutuhan konsumtif. 
 
Artinya, APBD hanya fokus pada belanja pegawai, kendaraan dinas dan pembangunan gedung yang semuanya tidak memberikan daya ungkit terhadap pembangunan ekonomi di daerah. 
 
Contoh konkrit, kata Hadi, Kalimantan Tengah tiap tahun dilanda inflasi akibat ayam potong. Akan tetapi, pemerintah provinsinya tidak serta merta merencanakan membuat satu peternakan yang besar supaya ternak ayam potong mencukupi kebutuhan. 
 
"Bahkan, tidak ada dana APBD yang dialokasikan untuk membangun peternakan," ungkap Hadi.
 
Padahal, banyak APBD yang menyatakan swasembada pangan. 
 
Contoh lainnya adalah program kesehatan di kabupaten / kota. Menurut Hadi, anggaran program kesehatan di kabupaten/kota mencapai 26% atau lebih tinggi 10% dari target program kesehatan nasional. 
 
Tetapi, separuh alokasi anggaran tersebut dipakai untuk membeli alat kesehatan, membangun rumah sakit dan membeli ambulan. 
 
"Akhirnya masyarakat terlantar bayar BPJS karena tidak mampu dan akhirnya pemerintah harus bayar iuran BPJS dengan pajak rokok sehingga org merokok itu memberikan sumbangan kepada kesehatan," kata Hadi. 
 
Tahun lalu, Kementerian Keuangan membayar utang terhadap BPSJ Kesehatan sebesar Rp19 triliun dari cukai rokok. 
 
Setelah diselidiki, dia menuturkan alat kesehatan ternyata ada 'fee' buat bupati dan walikota sehingga akhirnya mereka kena operasi tangkap tangan. 
 
"Jadi antara bupati dan DPR tdk pernah memikirkan kaitannya dengan apa yg dihasilkan kewenangan."
 
Akibatnya kurang taktisnya pemerintah daerah, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2017 tertatih pada kisaran 5,07%.
 
"Padahal target Pak Jokowi 6%, ini disebabkan di daerah tidak melihat bahwa target pertumbuhan ekonomi harus ada daya ungkitnya termasuk potensi lokal," tegas Hadi.
 
Deputi Gubernur Bank Indonesia Rosmaya Hadi menuturkan pihaknya dan Kementerian Dalam Negeri akan mendorong realisasi APBD lebih baik untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di daerah. 
 
"Oleh karena itu, di dalam penyusunan APBD seyogyanya melibatkan Bank Indonesia untuk perencanaan," kata Rosmaya, Selasa (06/02).
 
Dalam hal ini, BI memiliki kajian ekonomi daerah dan data lain yang dapat mendukung penyusunan APBD.  
 
Dengan demikian, BI dapat ikut mendorong peningkatan sumber-sumber ekonomi baru. Pasalnya, dia melihat APBD selama ini lamban untuk merealisasikan hal ini. 
 
Kemudian, BI akan membantu memetakan daerah strategis yang memiliki Kawasan Ekonomi Khusus untuk berkontribusi lebih. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Gita Arwana Cakti
Terkini