Bank Sampoerna: Relaksasi GWM Diharapkan Tekan Biaya Dana

Bisnis.com,07 Feb 2018, 16:36 WIB
Penulis: Puput Ady Sukarno
Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia Hery Trianto (kanan) bersama Direktur Pemberitaan Arif Budisusilo (kiri) berbincang dengan dengan Chief Financial Officer PT Bank Sahabat Sampoerna (Bank Sampoerna) Henky Suryaputra (kedua kanan), dan Head of Credit Irma Savitri, saat berkunjung ke kantor Bisnis Indonesia, di Jakarta, Kamis (18/5)./JIBI-Endang Muchtar

Bisnis.com, JAKARTA -- PT Bank Sahabat Sampoerna mengaharapkan dampak dari relaksasi GWM averaging (Giro Wajib Minimum-Rata-rata) akan membantu dalam menurunkan cost of fund perseroan. Akan tetapi, persoalan yang dihadapi perbankan saat ini adalah masih rendahnya permintaan kredit.

Ong Tek Tjan, Direktur PT Bank Sahabat Sampoerna mengatakan relaksasi GWM averaging memang diharapkan dapat membantu bank dalam mengelola likuiditas secara lebih fleksibel dan dapat membantu menurunkan cost of fund.

"Namun masalahnya saat ini adalah masih rendahnya permintaan kredit, karena para pengusaha masih wait and see untuk ekspansi usaha," tuturnya kepada Bisnis.com, Rabu (7/2).

Ong menjelaskan selama ini Bank Sampoerna fokus kepada kredit mikro dan UKM, jadi dampak pada penyaluran kredit mungkin masih menunggu efek domino dari ekspansi kredit dari bank-bank yang fokus kepada kredit konsumtif.

"Jika kredit konsumtif di perbankan bisa tumbuh cepat, maka usaha mikro dan UKM akan bergerak dan berujung pada kenaikan kredit usaha kecil," terangnya.

Ong mengakui kapasitas pasar Bank Sampoerna memang masih relatif kecil. Bank yang dulunya bernama Bank Dipo Internasional itu mengklaim masih leluasa tumbuh dengan mengisi ceruk pasar mikro dan UKM yang belum dilayani oleh bank-bank besar.

"Sejak awal tahun ini kami terus berusaha melakukan akselerasi pertumbuhan kredit sesuai rencana bisnis kami," ujarnya.

Pihaknya mengakui dengan adanya penurunan suku bunga oleh perbankan besar sejak pertengahan tahun kemarin, ada beberapa nasabahnya yang berpindah ke bank-bank besar. Namun secara umum market Bank Sampoerna memang berbeda dengan bank bank besar.

"Kredit mikro dan UKM lebih fokus pada efisiensi biaya operasional dan skala ekonomis. Karena kami masih relatif kecil maka kami harus aktif mencari ceruk pasar untuk akselerasi pertumbuhan agar semakin efisien," ujarnya.

Ong menyatakan market Bank Sampoerna relatif kurang sensitif pada suku bunga, akan tetapi lebih pada fleksibilitas dan pelayanan. "Jadi dampaknya mungkin menurunkan cost of fund sedikit," tuturnya.

Seperti diketahui bahwa Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempercepat implementasi Giro Wajib Minimum (GWM) Rata-rata. Dari total GWM Rupiah bank umum konvensional sebesar 6,5% dari Dana Pihak Ketiga (DPK), porsi GWM Rata-rata diperlonggar dari 1,5% menjadi 2% dari DPK.

Porsi perhitungan rata-rata GWM-P Averaging rupiah di bank umum menjadi 2% itu dari total GWM-P yang sebesar 6,5% dan berlaku pada 16 Juli 2018. Sementara, dari total GWM Valas bank umum konvensional sebesar 8% dari DPK, porsi GWM Rata-rata mulai diberlakukan sebesar 2% dari DPK.

Adapun untuk bank umum syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS), dari total GWM Rupiah sebesar 5% dari DPK, porsi GWM Rata-rata mulai diberlakukan sebesar 2% dari DPK.

Relaksasi perhitungan besaran rata-rata untuk simpanan kas bank umum dan bank syariah yang disimpan di bank sentral (Giro Wajib Minimum-Primer Rata-Rata/GWM-P Averaging) dapat menambah likuiditas industri perbankan sebesar Rp20 triliun. Dengan tambahan likuiditas tersebut, BI berharap perbankan dapat meringankan biaya dana dan menambah akselerasi penyaluran kredit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Fajar Sidik
Terkini