Pemulihan Laba Bank Masih Berjalan

Bisnis.com,11 Feb 2018, 13:17 WIB
Penulis: Dini Hariyanti


Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah bank meyakini profitabilitasnya bakal lebih baik dibandingkan tahun lalu tetapi mereka belum berani membidik return on assets atau RoA menyentuh kisaran 3% seperti pada beberapa tahun lalu.

Presiden Direktur PT Bank OCBC NISP Tbk. Parwati Surjaudaja salah satu yang mengutarakan kepercayaan diri atas profitabilitas bank bakal lebih kinclong pada 2018. Dirinya berharap proyeksi perbaikan rasio profitabilitas ini benar-benar terealiasasi.

“Kami berharap profitabilitas tahun ini terus membaik, target RoA kami berada pada kisaran 2%,” ucapnya kepada Bisnis, Minggu (11/2/2018).

Sementara itu, Hariyono Tjahjarijadi selaku Presiden Direktur PT Bank Mayapada Internasional Tbk. menargetkan rasio return on assets yang lebih tinggi. Perseroan membidik rasio profitabilitas mencapai 2,5% pada tahun ini.

“Dalam bisnis segala kemungkinan bisa terjadi, saya yakin bahwa tahun ini bisa lebih baik,” ucapnya kepada Bisnis secara terpisah.

Berdasarkan data yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diketahui bahwa per November tahun lalu RoA perbankan berada pada level 2,48%, naik dibandingkan dengan RoA bulan yang sama pada 2016 2,37%. Tahun lalu, RoA bank umum kegiatan usaha (BUKU) IV rasionya 3,15%, BUKU III 1,86%, BUKU II 1,55%, sedangkan BUKU I 1,161%.

Return on assets (RoA) alias rasio profitabilitas bank pada tahun ini dinilai akan memasuki periode pemulihan setelah penurunan yang terjadi sepanjang 2017. Hal ini dikemukakan Ekonom PT Bank CIMB Niaga Tbk. Adrian Panggabean.

Menurut dia, kendatipun memasuki masa recovery atau pemulihan tetapi masih sukar untuk meletakkan rasa optimis bahwa ROA bisa menyentuh kisaran 3% seperti pada 2012. “Rasanya iya [akan pulih] tapi sulit menjawabnya [akankah ROA menyentuh 3% lagi], mungkin kalau 3% belum di 2018,” ucapnya.

Adrian mengutarakan bahwa gambaran ROA industri perbankan tidak bisa dilepaskan dari konteks makro, yakni sejak 2013 terjadi pelemahan ekonomi terpanjang sejarah. Indonesia mengelami empat tahun berturut pelemahan ekonomi akibat jatuhnya harga komoditas dunia.

Kondisi tersebut lambat-laun berimbas kepada perlambatan pertumbuhan kredit serta memburuknya kualitas pinjaman bank. Hal ini terpengaruh banyaknya kredit yang terkonsentrasi ke sektor pertambangan. Imbas lainnya juga berupa kenaikan loan provision.

“Jadi, angka rasio profitabilitas bank pada 2017 adalah legacy dari situasi yang terjadi sampai dengan Oktober 2017 [sejak 2013]. Pada Oktober 2017 adalah titik terendah pertumbuhan kredit sebelum kemudian menanjak lagi pada November,” ujar Adrian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Farodilah Muqoddam
Terkini