PENYERANGAN RUMAH IBADAH: Hentikan Persekusi, Waspadai Politik Pecah Belah

Bisnis.com,12 Feb 2018, 09:27 WIB
Penulis: Inria Zulfikar
Petugas kepolisian melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) kasus penyerangan di Gereja Katolik St. Lidwina, Jambon, Trihanggo, Gamping, Sleman, DI Yogyakarta, Minggu (11/2/2018)./Antara-Andreas Fitri Atmoko

Bisnis.com, JAKARTA— Pemerintah, pemuka agama dan elite organisasi keagamaan harus melakukan tindakan konkrit untuk menghentikan persekusi terhadap identitas keagamaan yang berbeda, khususnya atas mereka yang minor, umat agama yang sedikit.
Selain itu pemerintah, pemuka agama, dan elite ormas keagamaan sesuai otoritas masing-masing hendaknya mencegah dan menghentikan provokasi di ruang-ruang syiar agama yang membangkitkan perasaan tidak aman, kebencian, dan kemarahan yang dapat memicu tindakan main hukum sendiri dan penggunaan kekerasan seperti yang terjadi di Sleman, Tangerang, Bandung, dan juga Bantul dalam dua minggu terakhir.
Ketua Setara Institute Hendardi menegaskan terjadi dua ‘tamparan’ sekaligus bagi para tokoh agama dan pemerintah yang baru saja menyelenggarakan Musyawarah Besar Pemuka Agama untuk Kerukunan Bangsa, 8-10 Februari 2018, di Jakarta. Pertama, persekusi terhadap Biksu Mulyanto Nurhalim dan pengikutnya di Desa Caringin, Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang pada 7 Februari dan baru viral pada 9-10 Februari lalu. Kedua, serangan terhadap peribadatan di Gereja St. Ludwina Desa Trihanggo Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman pada 11 Februari yang menyebabkan Romo Prier dan pengikutnya mengalami luka berat akibat sabetan senjata tajam.
Sebelumnya juga terjadi dua serangan brutal terhadap tokoh agama, yaitu tokoh NU dan pengasuh Pondok Pesantren Al-Hidayah Cicalengka Bandung, Umar Basri pada 27 Januari dan ulama sekaligus pimpinan pusat Persis, H. R. Prawoto, dianiaya orang tak dikenal hingga nyawanya tak dapat diselamatkan.
Hendardi menegaskan seluruh kebiadaban yang sarat dengan sentimen keagamaan tersebut patut dikutuk. Pemerintah, pemuka agama, dan elite ormas keagamaan, menurut dia, harus memahami bahwa potret riil kerukunan terletak di tingkat akar rumput.
“Kerukunan antar umat beragama tidak cukup hanya dibangun secara simbolik-elitis dalam acara-acara pertemuan antar agama,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (12/2).
Menurut dia, potret kerukunan yang riil dapat dilihat dalam relasi antar umat di level bawah, bukan di atas meja rapat dan ruang-ruang seremonial antar pemuka agama.
Inisiatif pemerintah dan para pemuka agama untuk duduk bersama membangun kesepahaman tentang etika lintas umat demi kerukunan bangsa dan umat beragama perlu diapresiasi.
Namun Hendardi menilai hal itu tidak cukup. Pemerintah, pemuka agama dan elite organisasi keagamaan harus melakukan tindakan konkrit untuk menghentikan persekusi terhadap identitas keagamaan yang berbeda.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Inria Zulfikar
Terkini