Pengamat: Peneliti Tidak Seharusnya Dibebani Izin Berbelit-belit

Bisnis.com,12 Feb 2018, 18:52 WIB
Penulis: M. Richard
Dua mahasiswa anggota kelompok PKM-PE sedang melakukan penelitian dan uji coba di Laboratorium FST UNAIR/Bisnis-Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom berharap peneliti tidak dibebani proses perizinan yang berbelit-belit, sehingga produksi ilmu pengetahuan dapat jauh lebih baik dan dapat mendukung perkembangan ekonomi.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan penelitian adalah motor untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, jadi tidak seharusnya proses perizinannya dipersulit.

"Bagaimana peneliti mau melakukan penelitiannya, jika awal perizinannya saja dipersulit?" tanyanya, Senin (12/2/2018).

Bhima mencontohkan negara lain seperti Jepang dan Korea Selatan yang sangat mendukung peneliti dalam melakukan tugasnya. Misalnya lewat pemberian banyak insentif dan fasilitas pembiayaan dalam hal pendaftaran paten.

Keadaan tersebut dinilai sangat berbeda jauh dengan yang terjadi di Indonesia, di mana peneliti harus menghabiskan waktu berminggu-minggu hanya untuk mendapatkan izin. Hal ini pun dipandang sebagai penyebab rendahnya rasio dana APBN untuk penelitian terhadap PDB, yang hanya 0,1%. Sementara itu, Malaysia, China, dan Singapura memiliki rasio sebesar 1,25%, 2%, dan 2,2%.

Menurut catatan Bisnis, anggaran penelitian di Jepang, Korea Selatan, Jerman, Swedia, dan AS masing-masing mencapai 3,6%, 4%, 2,9%, 3,2%, dan 2,75% dari PDB.

Menurut Bhima, jika keadaan ini terus berlanjut maka akan banyak peneliti lebih memilih melakukan penelitiannya di luar negeri. Indonesia juga terpaksa menggunakan penelitian dari luar karena ketidakcukupan penelitian nasional.

Senada dengan Bhima, Direktur Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyebutkan ada tiga hal yang mestinya didukung pemerintah dalam hal penelitian, yaitu mempermudah prosedur perizinan, mendukung dengan pendanaan, dan memanfaatkan hasil penelitian.

"Tanpa itu, Indonesia akan semakin ketinggalan dengan negara lain. Apalagi, kalau kita mau masuk knowledge driven economy seperti yang diinginkan pemerintah," imbuhnya.

Faisal melanjutkan negara yang ingin maju dalam industri bernilai tambah tinggi harus memberikan dukungan yang sangat besar bagi kegiatan penelitian, yakni dalam bentuk tiga hal tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Margrit
Terkini