Bursa Asia Cenderung Mixed, IHSG Melemah di Akhir Sesi I

Bisnis.com,14 Feb 2018, 12:43 WIB
Penulis: Aprianto Cahyo Nugroho
Karyawan beraktivitas di dekat layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (21/11)./JIBI-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA – Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali berbalik melemah pada akhir perdagangan sesi I hari ini, Rabu (14/2/2018).

IHSG melemah 0,02% atau 1,10 poin ke level 6.577,07 di akhir sesi I setelah dibuka di level 6.577,11. Adapun pada perdagangan Senin (12/2), IHSG ditutup melemah 0,28% atau 17,93 poin di posisi 6.523,45.

Setelah dibuka di zona merah, IHSG langsung menguat dan bergerak di zona hijau sepanjang sesi I. Namun, IHSG kembali berfluktuasi menjelang akhir sesi I. Sepanjang perdagangan hari ini IHSG bergerak pada kisaran 6.572,50 - 6.599,31.

Sebanyak 175 saham menguat, 147 saham melemah, dan 249 saham stagnan dari 571 saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Tiga dari sembilan indeks sektoral bergerak negatif dengan tekanan utama dari sektor finansial yang melemah 0,3%, disusul sektor konsumer yang melemah 0,15%.

Adapun enam sektor lainnya menguat, dipimpin sektor industri dasar yang naik 0,77% dan sektor aneka industri yang menguat 0,59%.

Sementara itu, mayoritas bursa saham di Asia Tenggara terpantau menguat. Indeks FTSE Straits Time Singapura menguat 0,05%, indeks FTSE Malay KLCI naik 0,06%, indeks SE Thailand menguat 0,04%, sedangkan indeks PSEi Filipina melemah 0,72%.

Pasar saham di Asia juga cenderung bergerak mixed karena investor cenderung wait and see menjelang laporan inflasi AS yang dapat menenangkan, atau malah mengobarkan kekhawatiran kenaikan suku bunga yang lebih cepat.

Sebagian besar fokus  saat ini tertuju pada laporan indeks harga konsumen AS untuk bulan Januari, mengingat data ini menjadi risiko percepatan inflasi yang memicu kemunduran bursa global.

Dilansir Reuters, indeks harga konsumen AS diperkirakan akan melamba menjadi 1,9%, sedangkan inflasi inti diperkirakan menjadi 1,7%. Perhatiannya investor adalah bahwa data yang dirilis dapat mengejutkan sepert yang terjadi pada data tenaga kerja pekan lalu.

"Risikonya nampak asimetris bagi," kata Greg McKenna, kepala analis pasar di AxiTrader, seperti dikutip Reuters.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Fajar Sidik
Terkini