Aturan Penjatahan Saham IPO Rampung Kuartal II/2018

Bisnis.com,18 Feb 2018, 17:40 WIB
Penulis: Hafiyyan
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) Suprajarto (kiri) dan Direktur PT Bursa Efek Indonesia Samsul Hidayat seusai melakukan pembukaan perdagangan saham dalam rangka memperingati 14 tahun Bank BRI melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI), di Jakarta, Jumat (10/11)./JIBI-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA — Bursa Efek Indonesia menargetkan aturan tentang batas penjatahan saham antara investor ritel dan institusi dalam gelaran penawaran umum perdana saham selesai pada kuartal II/2018.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI Samsul Hidayat menyampaikan aturan tersebut tujuannya adalah untuk meningkatkan porsi kepemilikan investor ritel dalam gelaran initial public offering (IPO) emiten guna meningkatkan likuiditas saham emiten tersebut di masa mendatang.

"Aturan pooling sedang dibahas finalisasinya. Mudah-mudahan jadi dalam semester I/2018. Mestinya kuartal II/2018 [selesai]," ujarnya, Kamis (15/2/2018).

Selama ini, belum ada aturan tentang penjatahan saham dalam IPO antara fix allotment atau penjatahan pasti untuk investor institusi dan pooling allotment atau penjatahan terpusat untuk investor ritel.

Alhasil, sering terjadi porsi fix allotment lebih tinggi dari pooling allotment, atau porsi investor institusi lebih tinggi dari investor ritel. Hal ini cenderung menyebabkan saham emiten di bursa menjadi kurang likuid karena investor institusi cenderung tidak mentransaksikan sahamnya di pasar sekunder.

Sebelumnya, Samsul mengatakan dengan aturan ini BEI berharap partisipasi investor ritel dalam IPO bisa meningkat jauh lebih tinggi dari biasanya. Selama ini, tuturnya, tidak jarang keterlibatan investor ritel hanya sekitar 1.000 orang, atau bahkan kurang.

Aturan ini juga diharapkan dapat meningkatkan keterlibatan investor ritel dalam IPO hingga 30.000 investor.Hal ini dimungkinkan bila sistem penjatahan, jalur distribusi dan mekanisme alokasi diperbaiki dan dipermudah.

Samsul mengatakan, aturan tersebut nantinya tetap akan memperhitungkan kemampuan underwriter sehingga tidak membebani mereka, tetapi menguntungkan bagi semua pihak. Besaran penjatahan untuk investor ritel akan dibedakan tergantung besaran nilai IPO.

Pasalnya, bila nilai IPO sangat tinggi dan jatah investor ritel terlalu besar, underwriter akan kesulitan juga untuk memenuhi porsi penjatahan tersebut. Penjualan kepada investor ritel relatif lebih sulit dibandingkan investor institusi sebab likuditas investor ritel umumnya lebih terbatas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ana Noviani
Terkini