Mewaspadai Risiko Kredit Sektor Pertambangan

Bisnis.com,20 Feb 2018, 22:10 WIB
Penulis: Dini Hariyanti
Aktivitas pekerja tambang di Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE) Pongkor, Desa Bantar Karet, Bogor, Jawa Barat, Rabu (14/9)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — Gejolak harga yang melanda industri pertambangan turut berdampak terhadap kinerja penyaluran kredit kepada korporasi besar di sektor ini. Rasio kredit bermasalah di sektor pertambangan meroket sejak 2016 hingga tahun lalu.

Statistik Sistem Keuangan Indonesia (SSKI) yang dipublikasikan Bank Indonesia mencatat per November tahun lalu nonperforming loan (NPL) gross kredit pertambangan yang disalurkan kepada seratus debitur korporasi terbesar mencapai 7,73%.

Persentase itu menunjukkan level rasio kredit bermasalah yang lebih tinggi secara year on year. Pasalnya, sampai dengan bulan yang sama pada 2016 rasio NPL di kisaran 6,50%.

Herry Sidharta selaku Wakil Direktur PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. mengutarakan, kenaikan NPL sektor pertambangan sebetulnya hal wajar. Pasalnya, jumlah debitur bermasalah tak surut tetapi permintaan kreditnya merosot.

SSKI BI melansir bahwa kredit pertambangan kepada seratus debitur korporasi terbesar turun sekitar 14,70% (yoy) per November tahun lalu menjadi Rp85,64 triliun. Nilai ini tercatat sebagai yang terkecil selama empat tahun terakhir.

Sampai dengan penghujung 2014 bank sentral membukukan penyaluran kredit pertambangan sejumlah Rp90,10 triliun. Setahun kemudian meningkat ke level Rp100,30 triliun lantas pada dua tahun lalu susut ke kisaran Rp97,45 triliun.

“Secara persentase NPL meningkat ya memang karena pembaginya menurun, sedangkan NPL tetap. Tapi, ke depan saya optimistis pertambangan akan membaik seiring dengan membaiknya harga komoditas di bidang ini,” ucap Herry kepada Bisnis, Selasa (20/2/2018).

Harga komoditas pertambangan, seperti batu bara relatif menunjukkan perbaikan. Tapi situasi ini belum cukup ampuh untuk merangsang lebih banyak kehadiran pebisnis anyar. Pihak yang mampu bertahan tetaplah pemain-pemain lama.

“Saya kira perusahaan tambang sekarang tidak ada atau belum banyak yang baru. kebanyakan masih yang dulu-dulu bangkit kembali,” kata Herry. Oleh karena itu, BNI sendiri masih lebih banyak berkutat dengan debitur-debitur lawas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Farodilah Muqoddam
Terkini