Bisnis.com, JAKARTA - Industri perbankan di Tanah Air diharapkan terus meningkatkan porsi kredit kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) terutama di daerah, karena pembiayaan itu dapat berpengaruh terhadap perbaikan gini rasio di daerah tersebut.
Hal tersebut seperti disampaikan oleh Asisten Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Willem H. Pasaribu. Dia mengutarakan, dari hasil penelitian, setiap ada peningkatan kredit UMKM di suatu wilayah berkorelasi terhadap penurunan gini rasio di daerah tersebut.
Pernyataannya tersebut didasarkan hasil penelitian sederhana yang telah dilakukannya dengan membandingkan porsi kredit UMKM dengan gini rasio di situ daerah.
"Kami lihat porsi kredit UMKM di suatu daerah, lalu kami sandingkan indeks gini rasio di daerah itu. Dan hasilnya sementara ini tampaknya ada korelasi berbanding terbalik antara porsi kredit UMKM dengan gini rasio di daerah itu," ujarnya, Selasa (20/2/2018).
Artinya, semakin tinggi kredit UMKM di daerah itu, maka kian rendah gini rasio di sana. Jika semakin rendah gini rasio , maka tingkat kesejahteraan di daerah itu meningkat.
Dia menguraikan, daerah dengan gini rasio terbaik, seperti Bengkulu yang sebesar 0,303 ternyata portofolio kredit UMKM mencapai 0,30%. Sementara itu, di DKI Jakarta yang portofolio kredit UMKM 0,09%, indeks gini rasionya 0,413.
Namun demikian, Willem mengakui bahwa hasil pengamatan yang dilakukan itu masih perlu dipertajam lagi, karena angka koefisien korelasinya masih minus 0,21 alias masih dibawah minus 0,5.
"Sedangkan kalau dilihat korelasi yang signifikan, itu di atas 0,5%. Akan tetapi memang bisa jadi gini rasio ini tidak hanya ditentukan oleh kredit UMKM dan banyak variabel lainnya juga untuk perbaikan gini rasio ini," ujarnya.
Namun demikian, menurutnya secara kualitatif, hal itu sudah bisa dinilai bahwa porsi kredit UMKM memang berpengaruh positif pada penurunan gini rasio di suatu daerah.
Berdasarkan data Bank Indonesia, statistik outstanding pembiayaan kepada UMKM perbankan di Indonesia, secara volume sudah mencapai 19,98%, sedangkan secara volume mencapai 26,54%.
Di sisi lain, pihaknya juga mengakui bahwa UMKM masih menghadapi sejumlah kendala dalam mengakses kredit dari lembaga keuangan formal.
"Tantangannya memang sering kali UMKM memiliki risiko yang lebih tinggi, keuntungan kecil, dan jaminan kurang, serta kondisi geografis yang belum mampu dijangkau lembaga keuangan formal, termasuk ke daerah remote area. Ini menjadi sebab sulitnya UMKM untuk mendapatkan kredit," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel