KOMODITAS REMPAH: Pengawasan Kualitas Diperlukan

Bisnis.com,26 Feb 2018, 17:45 WIB
Penulis: Pandu Gumilar
Rempah/Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Eksportir rempah menilai misi pemerintah untuk mengembalikan kejayaan rempah Indonesia dapat dilakukan dengan mengadakan pembinaan dan pengawasan agar kualitas komoditas tersebut berdaya saing di pasar internasional.

Direktur PT Alam Sari Interbuana—perusahaan eksportir rempah— Sigit Ismaryanto mengatakan pembinaan pada petani sudah dilakukan oleh regulator. Namun, dalam segi pengawasan masih terjadi tumpang tindih dan belum ada regulasi yang mengatur tentang standard kualitas rempah khususnya pala.

“Usut punya usut setelah kita cek pembinaan sudah ada. Tetapi pengawasan masih tumpang tindih dan setelah dicek tidak ada regulasi yang mengatur pengawasan,” katanya kepada Bisnis, pada Senin (26/2/2018).

Menurut Sigit, belum tersedianya regulasi yang mengatur pengawasan terkait dengan pengelolaan itu menyebabkan kualitas rempah nasional tidak terstandarisasi.

Dia menambahkan, ada tiga indikator untuk memverifikasi bahwan komoditas pangan tersebut diproduksi, dikemas, ditangani, dan disimpan semaksimal mungkin untuk meminimalkan risiko masuknya mikroba.

Indikator itu adalah Good Agricultural Practices (GAP), Good Handling Practices (GHP) dan Good Manufacturing Practices (GMP).

Dia menilai, belum adanya regulasi pengawasan kualitas mengakibatkan komoditas rempah lokal tidak dapat berkembang dan justru menurun dibandingkan dengan masa sebelum kemerdekaan. Padahal, kata Sigit, Indonesia seharusnya kuat dalam bidang ekspor rempah.

“Sebagai contoh, untuk ekspor kita harus transshipment di Kuala Lumpur atau Singapura. Bahkan perusahaan besar di Eropa malah masuk ke Indonesia, bukan kita yang expand kesana. Ini kan berarti kita dijajah dan dijajah lagi,” katanya.

Dia pun menyarankan agar pola pengawasan dilakukan secara berjenjang dari petani, pengumpul dan eksportir dengan menerapkan GAP, GHP dan GMP.

Kemudian, perlu juga ditambah satu poin lagi yaitu Good Logistic Practices (GLP), karena poin indikator ini sama sekali belum diterapkan di Indonesia. Indikator tersebut memverifikasi bahwa transportasi komoditas pangan menuju negara ekspor tertangani dengan baik.

“Intinya kalau tidak diawasi dan diatur semua [pihak] akan semau-maunya saja. Efeknya kualitas tidak terjaga,”jelas Sigit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Bunga Citra Arum Nursyifani
Terkini