Pengenaan Bea Masuk Barang Tak Berwujud Terus Dikonsultasikan

Bisnis.com,28 Feb 2018, 06:20 WIB
Penulis: Edi Suwiknyo
Petugas Bea Cukai menjalankan tugasnya di Bandara Soekarno-Hatta./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA -- Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membawa isu mengenai pengenaan bea masuk terhadap barang tak berwujud atau intangible goods ke World Customs Forum (WCF) di Beijing, China belum lama ini.

Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu Robert L. Marbun mengatakan dalam forum internasional tersebut, otoritas kepabeanan berupaya untuk menyuarakan persoalan yang tengah menjadi fokus mereka.

"Kami menyuarakan kekhawatiran kami seperti di WCO [termasuk soal intangible goods]," ungkapnya kepada Bisnis, Selasa (27/2/2018).

Seperti diketahui, pemerintah berencana mengatur bea masuk bawaan penumpang dari luar negeri yang berbentuk barang tak berwujud. Namun, rencana ini tampaknya tak berlangsung mulus.

Pasalnya, pemerintah masih perlu berkonsultasi dengan komunitas internasional terkait rencana pengenaan bea masuk tersebut. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat menuturkan sampai sekarang belum ada regulasi yang menaungi isu ini karena problem mengenai intangible goods masih menjadi pembahasan di WCO dan World Trade Organisation (WTO).

Meski demikian, sebagai bagian dari digital commodity maka intangible goods mesti segera disikapi karena pengaruhnya cukup terlihat di neraca pembayaran. 

Seperti diketahui, meski sebenarnya dari aspek regulasi sudah diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, tapi pemerintah belum bisa memungut bea masuk dari intangible goods  lantaran adanya moratorium hingga 2017 dari WTO dalam Ministeral Conference di Nairobi, Kenya pada 2015.

Di internal WTO juga masih terdapat banyak perdebatan dan kajian mengenai hal ini. Dalam kajian WTO disebutkan beberapa negara maju menginginkan supaya moratorium diberlakukan secara permanen.

Namun, otoritas kepabeanan menganggap langkah negara-negara maju ini akan merugikan negara berkembang. Meski transaksinya belum cukup signifikan, tapi nilainya terbilang besar.

Ditjen Bea dan Cukai mencatat nilai transaksi barang digital yang diimpor langsung di luar sistem streaming maupun melalui platform media sosial memiliki nilai transaksi tidak kurang dari Rp75 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Margrit
Terkini