Bisnis.com, JAKARTA - Berdasarkan data Bank Indonesia, angka wisatawan Indonesia yang berkunjung ke luar negeri mencapai 6,4 juta pada 2010 dan terus melonjak hingga 9 juta pada tahun lalu. Hal tersebut menjadi angin segar bagi pemasar asuransi perjalanan.
Chief Operating Officer Sompo Insurance Indonesia, Eric Nemitz mengatakan meski pendapatan premi dari asuransi perjalanan terhitung jauh lebih kecil dari produk perlindungan lain, namun ia melihat pasar di Indonesia cukup menjanjikan.
"Kami pikir Indonesia sedang berkembang dalama industri wisata, sejalan juga dengan asuransi perjalanan," kata Eric di Jakarta, Jumat (2/3/2018).
Sompo TravelFirst, produk prakarsa perusahaan asuransi asal Jepang tersebut, sejak dipasarkan sejak Desember 2016 hingga 31 Januari 2018, baru mengantongi premi sebesar Rp800 juta dengan kurang lebih 1.000 polis.
Eric mengatakan total pendapatan premi Sompo Insurance Indonesia tahun lalu mencapai Rp1,6 triliun, dengan portofolio didominasi asuransi properti sebesar 46,5%, motor 34,3%, kelautan 5,8%, teknik 5,9%, dan kesehatan 5,1%.
Ia melanjutkan pendapatan premi asuransi perjalanan jika dibandingkan dengan asuransi properti bisa ribuan kali lebih rendah. Hal itu, lanjut dia, murni karena harga asuransi perjalanan jauh lebih murah dan hanya memberikan perlindungan untuk satu kali perjalanan.
Namun demikian, aktivitas konsumen asuransi perjalanan di Sompo Insurance Indonesia menembus presentase 20%. "Sebanyak 20% dari aktivitas pelanggan kami datang dari asuransi perjalanan,"ujarnya.
Melihat tingginya tingkat konsumsi masyarakat Indonesia terhadap kebutuhan wisata khususnya ke mancanegara, Eric berpendapat perlu adanya edukasi dan sosialisasi masif mengenai pentingnya asuransi perjalanan selama berpelesir.
Sompo Insurance Indonesia diketahui berpartisipasi dalam acara The Association of Air Ticketing Companies in Indonesia (Astindo) Travel Fair, yang diselenggarakan di JCC Senayan, 2 hingga 4 Maret 2018. Keikutsertaan dalam pameran wisata ini diharapkan meraup pendapatan setidaknya Rp300 juta.
Masih rendahnya pendapatan premi asuransi juga dialami Adira Insurance. Chief Underwriting Officer Adira Insurance Rismauli Silaban mengatakan tahun lalu saja, pendapatan premi dari produk ini tidak melebihi 1% total pendapatan premi atau sekira Rp10 miliar. Namun angka tersebut menurutnya sudah meningkat cukup signifikan dibandingkan dengan 2016.
"[Peningkatan pendapatan premi yang cukup signifikan] Didorong oleh tren masyarakat untuk travelling, ditambah dengan peningkatan awareness akan kebutuhan asuransi waktu travelling juga," ujarnya kepada Bisnis.
Sementara itu di produk yang sama, PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) tahun lalu mencatatkan premi sekitar Rp4 miliar, atau 0,06% dari total pendapatan premi Rp5,8 triliun. Direktur Operasi Ritel Jasindo Sahata L Sihombing mengatakan penetrasi produk asuransi perjalanan memang masih minim. "Memang kecil, tapi kami pasarkan seluruhnya lewat digital [channel] dan [mencakup perjalanan] world wide," katanya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Doody AS Dalimunthe menambahkan produk asuransi yang banyak dipasarkan saat ini utamanya didorong oleh tingginya minat masyarakat berpelesir ke luar negeri. "Yang menarik adalah pemanfaatan digital channel dalam memasarkan travel insurance," ujarnya.
Pemasaran produk melalui digital channel dan online diharapkan akan memperbesar penetrasi produk asuransi perjalanan pada industri pariwisata Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel