Pemerintah Filipina Ajukan 600 Pihak Sebagai Teroris ke Pengadilan

Bisnis.com,08 Mar 2018, 14:21 WIB
Penulis: Annisa Margrit
Presiden Filipina Rodrigo Duterte/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah Filipina melaporkan lebih dari 600 pihak sebagai teroris, termasuk staf khusus PBB, mantan anggota legislasi Filipina, dan empat pendeta Katolik.

Dalam petisi yang diajukan ke pengadilan, terlihat bahwa Presiden Rodrigo Duterte menepati janjinya untuk menghancurkan gerakan-gerakan yang dianggapnya berbahaya.

Reuters melansir Kamis (8/3/2018), bulan lalu Kementerian Kehakiman Filipina mengumumkan permintaannya kepada pengadilan di Manila untuk menyatakan Partai Komunis Filipina (Communist Party of the Phillipines/CPP) dan kelompok kirinya, New People's Army (NPA) sebagai sebuah organisasi teroris.

Namun, saat itu pemerintah tidak menyebutkan nama-nama individu.

Victoria Tauli-Corpuz, pelapor khusus PBB untuk suku pribumi, masuk dalam daftar tersebut. Dalam petisi itu, namanya dicantumkan sebagai anggota senior kelompok pemberontak Maois.

Sementara itu, salah satu pendeta Katolik yang masuk dalam daftar adalah Frank Fernandez. Dia disebut sebagai pemimpin NPA di Filipina tengah.

Jose Maria Sison juga ada di daftar tersebut. Sison adalah anggota komite pusat partai komunis yang dulunya menjadi mentor bagi Duterte. Sekarang, keduanya bermusuhan.

Beberapa pekan setelah menjabat sebagai presiden pada Juli 2016, Duterte membebaskan beberapa pemimpin komunis dan menempatkan sejumlah simpatisan kiri di kabinetnya. Langkah ini diklaim sebagai upaya mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama 50 tahun.

Tetapi, kebijakan itu berakhir pada November 2017 setelah Duterte mengaku diserang berkali-kali oleh NPA selama pembicaraan berlangsung.

Petisi itu menyatakan para pemberontak menggunakan aksi teror untuk menanamkan ketakutan dan kepanikan dalam upaya menggulingkan pemerintahan.

Jika petisi itu diloloskan, maka pemerintahan Duterte dapat melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap nama-nama tersebut, melacak kondisi finansial, dan membatasi akses ke pendanaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Margrit
Terkini