Bisnis.com, JAKARTA — Saya punya kisah, pengalaman dari teman saya yang menjual produk puding yang sangat laku di tokonya di kawasan Cinere. Namun, cerita berujung pilu karena resepnya dijiplak oleh merek lain.
Lantas, merek yang menjiplak ini menjual produknya dengan sistem kredit kepada toko-toko lainnya. Apa yang ingin saya katakan, fokus kepada bisnis yang terpenting adalah pada plafon kredit atau kredit toko. Walaupun keuntungan yang diperoleh hanya sedikit, distributor memegang omzet kredit.
Pertanyaannya adalah bagaimana caranya kita sanggup memberi kredit Rp50 juta—Rp500 juta kepada konsumen?
Di Amerika Serikat, ada 47 juta mahasiswa diberi kredit student loan rata-rata Rp300 juta per orang. Ada separuh jumlahnya yang tidak bayar.
Bagaimana mungkin bank bisa survive bertahan? Rupanya bunga kreditnya 8% padahal Federal Reserve menetapkan bunga 0%. Artinya bila separuh yang membayar itupun penghasilan bank 4% per tahun.
Rupanya caranya supaya mahasiswa mematuhi kewajiban cicilan, pemerintah di negara bagian memblokir Surat Izin Mengemudi (SIM). Alhasil para lulusan perguruan tinggi mau tidak mau mulai mencicil.
Bagaimana caranya kita menyikapi kredit perdagangan kepada toko amatir? Beberapa suplier kepada koperasi pesantren menjual produk distributor secara kredit dengan agunan ijazah, KTP, SIM, Kartu BPJS.
Ketika ditanya apakah ijazah memiliki nilai value? Tidak. Tetapi paling tidak customer dipaksa untuk membayar daripada ijazahnya disita orang. Ketika dia sakit tentu tidak bisa masuk rumah sakit tanpa memegang kartu BPJS yang dijadikan agunan. Beberapa koperasi menjual kredit dengan jaminan ATM.
Banyak yang tidak menyadari bahwa manufaktur atau pabrik menjual produksinya dengan gross profit 80%. Mengapa?
Ketika mereka menjual kepada jaringan distributor ada empat level dari [pabrik-distributor-subsist - grosir]-toko pengecer. Di empat level tersebut diasumsikan ada risiko kredit. Sama dengan perbedaan tingkat bunga kredit tanpa agunan 10 kali lipat dibandingkan kredit dengan agunan, maka perhitungan harga jual produksi manufaktur adalah COGS 20% risiko kredit di level distributor 20% risiko kredit level subsist 20% seterusnya risiko kredit grosir 20% total harganya menjadi 100%.
Dengan demikian manufaktur menetapkan harga produksinya lima kali lipat setara COGS cost produksi.
Seorang sahabat saya bercerita untuk membangun pondasi perusahaan butuh waktu 25 tahun namun setelah itu perusahaan harus menjadi sistem manajemen yang rapi. Yang terpenting adalah bentuk pondasi hubungan dengan bank.
Ada pemilik perusahaan showroom mobil yang sangat kaya namun ketika ditanya apa resepnya? Ternyata ketahuan bisnisnya tidak mendapatkan dukungan bank.
Bagaimana caranya bisnis bisa membesar bila tanpa dukungan bank? Tertutama tagihan kepada konsumen, ini sangat tinggi risikonya.
Bila ada bank yang mau menjadi penanggung kredit maka setiap tagihan kepada konsumen dijadikan KTA kredit tanpa agunan atas nama customer. Ini sangat membantu risiko bisnis.
Penulis
Ir Goenardjoadi Goenawan, MM
Motivator Uang.
Penulis buku seri "Money Intelligent" dan buku “New Money”
Untuk pertanyaan bisa diajukan lewat: goenardjoadigoenawan@gmail.com
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel