Nasib Perang Dagang AS-China Bergantung Pada Trump

Bisnis.com,24 Mar 2018, 16:00 WIB
Penulis: Nirmala Aninda
Presiden AS Donald Trump berinteraksi dengan Presiden China Xi Jinping di Mar-a-Lago, Palm Beach, Florida, AS, 6 April 2017./.Reuters-Carlos Barria TPX

Kabar24.com, WASHINGTON -- Seberapa buruk perang dagang antar Amerika Serikat dengan China, bergantung pada strategi penyelesaian yang akan diberlakukan oleh Presiden Donald Trump.

Para ahli perdagangan sampai saat ini tidak mampu memprediksi kemana Trump akan membawa perseteruan ini setelah pengumuman pada Kamis lalu, bahwa dia akan memberlakukan tarif hingga US$60 miliar pada produk China dan memberlakukan pembatasan investasi di Beijing.

Dilansir melalui Reuters, Trump mengatakan bahwa dia meminta China untuk memangkas surplus dagang dengan AS hingga US$100 miliar atau Rp1.374 triliun.

Negosiator perdagangan presiden Robert Lighthizer mengatakan perubahan mendasar tersebut penting bagi masa depan ekonomi AS, dengan memungkinkan perusahaan AS untuk mempertahankan keunggulan atas pesaing dari China.

Scott Kennedy, Kepala Studi China di Pusat Studi Strategis dan Internasional di Washington, mengatakan bahwa sejauh ini intensi dari pemerintahan Trump masih sulit untuk diprediksi.

"Kami paham atas langkah yang diambil oleh China. Mereka [China] tidak akan melakukan hal apapun untuk mengalah pada sistem kebijakan industri mereka[AS]," ujarnya.

Kennedy menuturkan kesepakatan untuk memotong surplus perdagangan barang asal China sebesar US$100 miliar dari total defisit dagang US dengan China sebesar US$375 miliar pada 2017 dapat dicapai.

Salah satu caranya dengan pembelian tambahan terhadap komoditi AS seperti kedelai, daging sapi, gas alam cair, pesawat Boeing, dan produk lainnya.

Derek Scissors, pakar perdagangan China di American Enterprise Institute, Washington, mengatakan butuh waktu yang sangat lama untuk dapat mengubah sifat China.

"Hal ini menyulitkan proses di pemerintahan dan pastinya akan menyebabkan kerugian lebih dari nilai eksport China yang mencapai US$60 miliar," katanya.

Tahun lalu eskpor barang China ke Amerika tumbuh US$43 miliar dan permintaan AS diperkirakan akan meningkat dalam beberapa tahun mendatang karena pemotongan pajak AS mendorong pertumbuhan pinjaman federal.

Sejauh ini, China masih bungkam terhadap keputusan Trump Kamis lalu.

Kementerian Perdagangan China mengumumkan bea masuk tambahan hingga US$3 miliar pada produk asal AS seperti buah, kacang-kacangan, daging babi, anggur, dan pipa baja.

Keputusan ini merupakan respon teknis terhadap peningkatan tarif baja dan alumunium yang diterapkan oleh AS, bukan tarif anti-China yang diterapkan oleh pemerintahan Trump terkait kekayaan intelektual.

Duta Besar China untuk AS, Cui Tiankai, menolak mengesampingkan pemotongan pembelian utang treasury AS dalam perselisihan tersebut.

"Kami mengkaji semua opsi," ujarnya kepada Bloomberg Television, Jumat (23/3/2018).

Menurut data US Treasury, China memiliki US$1,17 triliun dalam bentuk treasury pada akhir Januari 2018 jika dibandingkan dengan total utang publik AS sebesar US$14,8 triliun.

China juga telah mengisyaratkan pemotongan impor kedelai AS yang nilainya mencapai US$12,4 miliar pada 2018. Komoditi ini merupakan komoditi ekspor terbesar kedua AS ke China setelah pesawat komersial.

Beijing kemungkinan akan menunggu daftar perubahan tarif final Trump sebelum merespon lebih lanjut.

Daftar ini rencananya akan dipublikasikan dalamwaktu dua minggu untuk kemudian dikaji selama kurang lebih 30 hari oleh Perwakilan Perdagangan AS untuk sejumlah revisi.

Eswar Prasad, seorang profesor kebijakan perdagangan di Cornell University mengatakan bahwa eskalasi "balas dendam" ditambah dengan keinginan Trump untuk terlihat tangguh di hadapan China hanya akan mempersulit ke dua negara untuk menyelesaikan perselisihan mereka.

"Sikap keras kepala di kedua sisi dalam strategi "permainan" yang tidak jelas tujuannya serta sikap pemerintahan Trump terhadap isu ini hanya akan membuat negosiasi lebih rumit," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Mia Chitra Dinisari
Terkini