UOB : Penerimaan Pajak Kunci Fiskal Berkelanjutan

Bisnis.com,27 Mar 2018, 11:36 WIB
Penulis: M. Richard
Ilustrasi utang/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - UOB Indonesia berpendapat pendapatan pemerintah masih relatif kecil, meski demikian kondisi fiskal selama ini telah dapat membantu memperbaiki rating utang jangka panjang.

Dalam keterangan tertulis yang diterima Bisnis, Head of Economic and Research PT Bank UOB Indonesia (UOB Indonesia) Enrico Tanuwidjaja mengatakan sektor fiskal Indonesia telah menunjukkan peningkatan yang luar biasa selama dekade terakhir ini.

"Namun, pendapatan pemerintah masih sangat rendah dibanding seluruh negara yang memiliki peringkat sejenis dengan Indonesia," tulisnya, Senin (26/3/2018).

Adapun, ketiga lembaga pemeringkat internasional utama (Fitch, Moody's, dan akhirnya Standard & Poor's) telah menaikkan peringkag utang Indonesia pada 2017.

Enrico mengatakan anggran belanja pemerintah sangat dinamis, sehingga reformasi pajak sangat diperlukan untuk dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan penerimaan pemerintah.

Ditambah lagi, katanya, fokus dalam pengeluaran fiskal yang lebih banyak mengarah pada infrastruktur dan pembangunan sosial masih bergantung pada pembiayaan eksternal.

"[Oleh karena itu], meningkatkan penerimaan pajak harus menjadi kunci untuk memastikan fiskal yang berkelanjutan, dan juga untuk mendorong PDB lebih tinggi," jelasnya.

Meskipun, dia menyadari, pemerintah ingin lebih menggali potensi kinerja ekonomi Indonesia lebih jauh lagi.

Namun, langkah-langkah counter-cyclical [pembiayaan dengan utang] untuk mendorong pertumbuhan ekonomi seharusnya menjadi secondary plan.

Terlepas dari hal tersebut, Enrico mengatakan pihaknya tetap optimistis dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi, yakni 5,3%.

Pertumbuhan PDB kemungkinan akan didukung oleh permintaan domestik yang lebih tinggi. Menurutnya pengeluaran konsumen yang lebih tinggi merupakan hasil dari investasi infrastruktur yang digenjot belakangan ini.
Selain itu, inflasi akan tetap landai meskipun meningkatnya permintaan domestik dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar.

"Kami percaya bahwa inflasi akan berubah sedikit lebih tinggi di paruh kedua tahun ini," imbuhnya.

Hal tersebut disebabkan kenaikan harga yang dimulai pada Mei tahun ini, yakni kenaikan tarif listrik, gas dan mungkin harga bahan bakar dan bensin yang lebih tinggi.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Nancy Junita
Terkini