Importir Keberatan Dikenakan Denda Akibat Permenkeu 229

Bisnis.com,27 Mar 2018, 21:11 WIB
Penulis: Jaffry Prabu Prakoso
Ilustrasi: Kegiatan bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, TANGERANG – Importir keberatan jika dikenakan nota pembetulan (notul) atas Peraturan Menteri Keuangan No. 229/PMK.04/2017 karena terlambat mengirim surat keterangan asal (SKA).

Sekertaris Jenderal Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Erwin Taufan mengatakan penerima barang dari luar negeri merasa tidak ada masalah jika dokumen sudah diberikan kepada Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) yang mengurus berkas kepabean.

“Harus ada sinergi antara pemilik barang dan kuasa pemilik barang. Apa yang dialami merupakan riil di lapangan. Harusnya efek ini dilakukan secara benar,” katanya kepada Bisnis di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, pada Selasa (27/3/2018).

Menurut Erwin, GINSI dan Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) harus bisa cepat menanggapi masalah ini agar tidak yang merasakan kerugian, karena PPJK yang merupakan anggota ALFI telah merugi hingga Rp4,3 miliar. “Ini tidak masuk akal. Pemerintah harus bertindak.”

Permenkeu 229/2017 mengatur tentang tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional.

Beleid tersebut mengatur batas waktu penyerahan SKA untuk barang yang masuk jalur merah atau kuning hanya diberikan waktu sehari atau sampai pukul 12.00 WIB hari berikutnya sejak pemberitahuan impor barang (PIB) mendapatkan penetapan jalur.

Sementara apabila melewati batas waktu tersebut, SKA dianggap tidak berlaku lagi. Padahal, SKA berlaku setahun berdasarkan kesepakatan perdagangan internasional.

Erwin selanjutnya meminta pemerintah mengoreksi waktu penyerahan surat keterangan asal atau SKA dalam Permenkeu No. 229/PMK.04/2017 karena terlalu singkat.

Dia menjelaskan waktu sebelum peraturan ini berlaku sudah sangat ideal. “Standarnya kan 30 hari dan itu sudah oke,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: M. Syahran W. Lubis
Terkini