Depresiasi Rupiah Berpotensi Berlanjut Hingga Akhir Tahun

Bisnis.com,23 Apr 2018, 17:42 WIB
Penulis: Ipak Ayu H Nurcaya
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom memproyeksi pelemahan nilai tukar rupiah diprediksi terus berlanjut hingga akhir tahun ini. Bahkan, hari ini diproyeksi akan menyentuh Rp13.950 jika sentimen terus negatif.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, ada beberapa faktor yang membuat kurs rupiah melemah. Antara lain, investor melakukan spekulasi terkait prediksi kenaikan Fed rate pada rapat FMOC tanggal 1-2 Mei 2018. Spekulasi ini membuat capital outflow dipasar modal mencapai Rp7,78 triliun dalam 1 bulan terakhir.

"Kenaikan yield atau imbal hasil Treasury bond jelang rapat Fed membuat sentimen investasi di negara berkembang khususnya Indonesia menurun. Efek kenaikan rating dari Moodys di offset dengan risiko eksternal yang cenderung meningkat," katanya kepada Bisnis, Senin (23/4/2018).

Selain itu, lanjut Bhima, harga minyak mentah diprediksi naik lebih dari US$75 per barel akibat perang di Suriah dan ketidakpastian Perang Dagang AS-China. Hal ini membuat inflasi jelang Puasa semakin meningkat karena harga bbm nonsubsidi menyesuaikan mekanisme pasar.

Inflasi dari pangan juga perlu diwaspadai karena harga bawang merah naik cukup tinggi dalam 1 bulan terakhir.

Tak hanya itu, permintaan dolar AS diperkirakan naik pada kuartal II/2018 karena emiten secara musiman membagikan dividen. Investor di pasar saham sebagian besar adalah investor asing sehingga mengonversi hasil dividen rupiah ke dalam mata uang dolar.

Bhima menambahkan, faktor defisit transaksi berjalan tahun ini semakin melebar diperkirakan hingga 2,1% terhadap PDB. Selain karena keluarnya modal asing, juga karena defisit neraca perdagangan yang diperkirakan kembali terjadi jelang Lebaran karena impor barang konsumsinya naik.

Indikasi lain, lanjut Bhima, konsumsi rumah tangga masih melemah terbukti dari Indeks Keyakinan Konsumen dan data penjualan ritel yang turun pada kuartal I/2018.

"Sentimen ini membuat pasar cenderung pesimistis terhadap prospek pertumbuhan ekonomi 2018 yang ditarget tumbuh 5,4%," ujar Bhima.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Achmad Aris
Terkini