Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia menyederhanakan ketentuan operasi moneter guna memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter.
Hal ini dituangkan dalam tiga substansi penyempurnaan ketentuan operasi moneter. Pertama, penggabungan ketentuan operasi moneter konvensional dan syariah.
Kedua, penghapusan FDR (Financing To Deposit Ratio) sebagai syarat Operasi Pasar Terbuka (OPT) syariah dan memasukan ketentuan Surat Berharga Bank Indonesia (SBBI) valuta asing (valas). Ketiga, penguatan perizinan kepesertaan dalam operasi moneter.
"Penyempurnaan ketentuan Operasi Moneter tersebut sejalan dengan upaya reformulasi kebijakan moneter secara berkesinambungan yang ditempuh BI sejak tahun 2016," kata Agusman dalam konferensi pers, Senin (23/4/2018).
Dia menyanggah bahwa penyederhanaan aturan ini akan dipakai untuk stabilisasi rupiah yang tengah bergejolak saat ini. Menurut Agusman, aturan ini merupakan bagian dari reformasi kebijakan moneternya.
Direktur Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Rahmatullah mengungkapkan penyederhanaan aturan operasi moneter ini bertujuan untuk menyetarakan ketentuan operasi moneter konvensional maupun syariah sehingga aturannya lebih efisien dan efektif.
Dalam penyederhanaan ini, BI mencabut tiga peraturan yang lama a.l. PBI No. 18/12/2016 tentang Operasi Moneter, PBI No.16/12/2014 tentang Operasi Moneter Syariah dan PBI No.17/17/PBI 2015 tentang Surat Berharga BI dalam Valuta Asing.
Semua aturan ini dirampingkan dalam satu aturan yakni PBI No. 20/5/PBI/2018 tentang Operasi Moneter. Dengan penyempurnaan ini, 14 aturan untuk operasi moneter berkurang jadi hanya enam ketentuan.
"Kami atur dalam satu kesatuan jadi bank cukup satu buku untuk melingkupi semua instrumen. Itu yang kami maksud lebih efisien," kata Rahmatullah.
Terkait dengan penguatan perizinan kepesertaan dalam operasi moneter, BI akan mengatur kriteria yang harus dipenuhi untuk menjadi peserta operasi moneter dan lembaga perantara operasi moneter.
Empat kriteria tersebut a.l. kelembagaan di mana bank dan lembaga perantara harus memiliki rekomondasi dari otoritas seperti BI atau OJK, memiliki manajemen risiko yang sesuai ketentuan, infrastruktur berupa rekening giro rupiah atau valas dan sarana transaksi operasi moneter yang memadai, SDM yang mendukung terutama terkait dengan sertifikasi tresuri dan penerapan kode etik pasar.
Khusus sertifikasi tresuri yang mengacu pada PBI No. 19/5/PBI/2017, BI memberikan toleransi pada rentang waktu mulai 2019-2020. Rahmatullah menegaskan bank atau lembaga perantara operasi moneter diberikan waktu enam bulan untuk menunjukkan kepada BI bahwa pihak yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan ini.
"Tetapi mereka tetap bisa melakukan operasi moneter selama transisi tersebut. Kami akan memberikan waktu bagi mereka untuk melakukan action plan," kata Rahmatullah.
Ketentuan baru ini efektif berlaku sejak tanggal 16 April 2018.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel