BNI Sambut Relaksasi Aturan Hedging

Bisnis.com,26 Apr 2018, 20:34 WIB
Penulis: Abdul Rahman
Wakil Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk. Herry Sidharta (kanan) menyampaikan paparan kinerja Q3 tahun 2017, di Jakarta, Kamis (12/10)./JIBI-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Negara Indonesia Tbk. mengapresiasi langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang melonggarkan aturan mengenai transaksi lindung nilai atau hedging.

Wakil Direktur Utama BNI Herry Sidharta mengatakan, revisi POJK tentang kegiatan structured product termasuk call spread memang dibutuhkan. Perubahan syarat pemenuhan agunan sebesar 10% dari notional transaksi akan membuat premi jadi lebih murah.

"Jadi enggak perlu full packaging. Akan lebih efisien untuk nasabah. Kalau selama ini kan hampir 100%," katanya di Jakarta, Kamis (26/4/2018).

OJK melakukan perubahan terhadap ketentuan structured product. Perubahan tersebut tercantum dalam POJK No.6/ POJK.03/2018 tentang Perubahan atas POJK Nomor 7/POJK.03/2016/tentang Prinisp Kehati-hatian dalam Melaksanakan Kegiatan Structured Product bagi Bank Umum.

Dalam aturan tersebut, OJK mengubah ketentuan tentang persyaratan pemenuhan agunan kas sebesar 10% dari notional transaksi, di mana nasabah yang memiliki underlying transaksi tidak perlu menyediakan agunan tersebut. Namun, nasabah yang tidak memiliki underlying ketentuan pemenuhan agunan kas itu masih tetap berlaku.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan tujuan revisi penerapan agunan kas itu untuk meringankan nasabah melakukan transaksi hedging structured product khususnya call spread.

“Harapannya untuk mendorong bank melaksanakan kegiatan structured product, khususnya call spread di pasar valas dalam negeri, yang pada gilirannya akan membantu memperdalam pasar keuangan di Indonesia,” kata Wimboh di Jakarta, Kamis (26/4/2018).

Dalam pasal 6 POJK perubahan tersebut diatur bahwa kewajiban agunan kas 10% dari nosional transaksi tidak berlaku bagi nasabah tertentu yang terdiri dari bank, pemerintah RI, Bank Indonesia atau bank sentral negara lain serta bank pembangunan multilateral atau lembaga pembangunan multilateral.

Selain itu, pengecualian juga diterapkan untuk transaksi structured product valas terhadap rupiah tertentu, yakni dilakukan untuk tujuan lindung nilai dan nasabah harus memiliki fasilitas treasury line atau foreign exchange line dengan bank.

Transaksi lindung nilai tersebut juga harus memenuhi ketentuan tambahan, yakni harus didukung dengan dokumen underlying transaksi dan dokumen pendukung, nilai nominalnya maksimal sebesar nilai nominal underlying transaksi, serta berjangkawaktu maksimal sama dengan jangka waktu underlying transaksi.

Wimboh melanjutkan, revisi aturan structured product tersebut diharapkan dapat meningkatkan transaksi lindung nilai di dalam negeri serta meningkatkan efisiensi transaksi dan likuiditas di pasar derivatif nasional.

“Kami harap dapat konsentrasi transaksi structured product di luar negeri dapat berkurang dan bergeser ke pasar dalam negeri. Pendalaman pasar keuangan juga akan berdampak pada peningkatan ketersediaan sumber pembiayaan ekonomi serta meredam pengaruh eksternal sehingga mendukung terciptanya stabilitas sistem keuangan.”

Sebagai informasi, structured product merupakan produk keuangan non-konvensional yang distruktur sedemikian rupa berdasarkan kebutuhan dan objektif dari nasabah atau golongan nasabah tertentu. Dalam penstrukturannya diperlukan keahlian dari para pihak di berbagai bidang, baik dari aspek keuangan maupun bidang hukum, dan perpajakan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Farodilah Muqoddam
Terkini