Pembahasan RUU Konsultan Pajak Bakal Perhatikan Putusan MK

Bisnis.com,29 Apr 2018, 22:38 WIB
Penulis: Edi Suwiknyo
Petugas menjelaskan cara membuat pelaporan SPT Tahunan PPh Pajak Orang Pribadi dengan sistem online (E-Filing) kepada wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Madya Jakarta, Jakarta Pusat, Selasa (28/3).Antara-Reno Esnir

Bisnis.com, JAKARTA - Selain masalah kompetensi, putusan MK terkait kuasa wajib pajak dianggap membuka peluang lahirnya regulasi baru yang mengatur baik mengenai kuasa wajib pajak maupun konsultan pajak.

Di DPR sendiri tengah bergulir pembahasan mengenai Undang-Undang Konsultan Pajak. M. Misbakhun, salah satu pengusung rancangan undang-undang tersebut, mengatakan terkait dengan putusan MK pihaknya akan memperhatikan detail putusan MK untuk selanjutnya disesuaikan dengan RUU Konsultan Pajak.

"Kami akan membuat konsep pasal demi pasal di RUU Konsultan Pajak tidak bertentangan dengan konstitusi dasar dan apapun yang terkait dengan putusan judicial review di MK," kata Misbakhun, Minggu (29/4/2018).

Adapun dirinya menyatakan sudah membaca ringkasan permohonan perkara No.63/PUU-XV/2017 di mana isi petitum butir 2 meminta MK menyatakan pasal 32 ayat 3 a UU: 6/1983 jo. UU: 16/2009 tentang KUP adalah inkonstitusional.

Ada beberapa catatan saya soal judicial review tersebut; Pertama, pasal yang dimintakan sebagai pasal inkonstitusional adalah pasal 32 ayat 3a dimana posisi pasal itu hanya mengatur kedudukan "seorang kuasa" untuk menjalankan hak dan melaksanakan kewajiban perpajakan dari WP OP atau Badan sebagamana dimaksud dalam Pasal 33. Pasal 33 UU KUP isinya mengatakan bahwa ketentuan lebih lanjut diatur dengan/berdasarkan PMK.

Kedua, pengertian 'kuasa' pada pasal 32 ayat 3 dan 3a tersebut tidak atau bukan secara khusus menunjuk pada pengertian Kuasa Hukum, tapi kuasa dalam arti umum. "Jadi menurut pandangan saya sama sekali tidak ada hubungannya dengan Kuasa Hukum pada Pengadilan Pajak," jelasnya.

Dalam hal ini, mengenai Kuasa Hukum diatur dalam pasal 34 UU: 14/2002 tentang Pengadilan Pajak dan ketentuan organiknya PMK No.61/2012 yang mulai bulan Juni yang akan datang diganti dengan PMK No.184/2017. "Jadi seandainya benar MK mengabulkan permohonan tersebut, tetap tidak berpengaruh pada kewenangan Ketua Pengadilan Pajak untuk memberi ijin atau melarang Advokat [umum] berpraktik di Pengadilan Pajak," imbuhnya.

Dengan kata lain, seandainya saja pasal 32 ayat 3a tersebut benar dinyatakan inkonstitusional, tetapi sejauh menyangkut izin praktik Advokat (umum) di Pengadilan Pajak, Menteri Keuangan dan Ketua Pengadilan Pajak tetap mempunyai kewenangan memgatur dan tidak terkena pengaturan baru hasil judicial review yang sudah diputukan oleh MK.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Achmad Aris
Terkini