Pembudi Daya Kerapu Beralih Usaha

Bisnis.com,29 Apr 2018, 17:46 WIB
Penulis: Sri Mas Sari
Ilustrasi budi daya ikan kerapu/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha beralih membudidayakan jenis ikan lain setelah usaha budi daya ikan kerapu tak lagi menguntungkan.

Meskipun tetap membudidayakan kerapu, Pemilik UD Sondoro Fish Farm sekaligus Ketua Himpunan Pembudidaya Ikan Laut Indonesia (Hipilindo) Effendi mengurangi drastis volume produksinya. Jika dulu dia mampu memanen kerapu 20 ton per bulan dan mengekspor seluruhnya, kini produksi dikurangi menjadi hanya 4 ton per bulan.

Sebagian keramba jaring apung yang sebelumnya dipakai untuk memelihara kerapu kini digunakan untuk membudidayakan ikan bawal bintang, kakap, dan baronang, yang akrab bagi konsumen lokal. Effendi juga bertambak bandeng. Seluruh produksi UD Sondoro Fish Farm kini hanya 7-8 ton per bulan dan seluruhnya dipasarkan di lokal. Usaha dagang yang berpusat di Medan itu kebetulan mempunyai unit bisnis perdagangan dan restoran seafood, di samping budi daya perikanan.

"Tiga tahun saya enggak ada ekspor lagi, 100% [dijual ke] lokal. Saya pikir berhadapan dengan peraturan Bu Susi [Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 32/MEN-KP/2016 tentang Kapal Angkut Ikan Hidup] tidak sanggup. Saya cepat ambil tindakan," ungkap Effendi kepada Bisnis, Selasa (24/4/2018).

Sayangnya, tidak semua pembudi daya mempunyai kemampuan bergerak dari hulu ke hilir seperti Effendi. Menurut dia, banyak pembudi daya menutup usahanya karena tidak punya modal untuk membuka usaha lain.

Kerugian mereka awalnya disebabkan oleh penumpukan stok karena pembatasan pelabuhan muat singgah kapal asing dan bobot kapal. Saat ini, jumlah kapal angkut ikan hidup berbendera asing yang diizinkan 13 unit. Kapal-kapal itulah yang selama ini mengangkut kerapu hidup dari sentra budi daya ke China dan Hong Kong. Adapun 14 kapal berbendera Indonesia sejauh ini belum dapat mengekspor.

Effendi berhitung, dengan jumlah kapal 13 unit, hanya boleh ke satu pelabuhan muat singgah setiap perjalanan (trip), frekuensi setiap kapal masuk ke Indonesia 2-3 bulan sekali, dan kapasitas muat 20 ton per kapal, maka jumlah kerapu hidup yang terangkut untuk ekspor hanya 520 ton per tahun.

Padahal dahulu, sepekan sekali kapal angkut asing masuk ke Belawan. Karena hambatan pengangkutan ini, ikan-ikan yang sudah siap panen akhirnya menumpuk di keramba, tidak terjual, dan pembudi daya jera. Sentra-sentra produksi pun kolaps.

"Pantai barat dan timur Sumatra sudah habis. Sibolga, Padang, Belawan, tutup, Pangkalansusu habiskan stok saja. Enam bulan lagi tutup," kata Effendi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Bunga Citra Arum Nursyifani
Terkini