Inilah Cara Alternatif Bangun Kota Hijau Selain Dengan RTH

Bisnis.com,03 Mei 2018, 18:43 WIB
Penulis: Finna U. Ulfah

Bisnis.com, TANGERANG – Upaya pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk membangun kota hijau dan berkelanjutan terus dilakukan, seperti membebaskan lahan untuk dijadikan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Oswar Muadzin Mungkasa mengatakan telah menyiapkan dana sekitar lebih dari Rp1 triliun untuk membeli lahan untuk dijadikan RTH.

Walaupun demikian, Oswar menjelaskan pembelian lahan dengan dana yang sudah dialokasikan tetap tidak menutupi besaran luasan lahan yang secara statistik, Jakarta harus membebaskan 6.000 hektare untuk mencapai kawasan hijau yang ideal.

“Kami harus membebaskan 6.000 hektare, dikalikan saja sekitar Rp10 juta, kami harus membebaskan sekitar Rp60 triliun, mahal sekali,” ujar Oswar kepada Bisnis, Kamis (3/5/2018).

Dengan keterbatasan yang ada, Oswar memberikan alternatif untuk menjadikan Jakarta kawasan kota hijau dengan memodifikasi konsep RTH.

Selama ini, RTH memiliki tiga fungsi, yaitu sebagai tempat penyerapan air, menyerap gas rumah kaca, dan sebagai tempat untuk sosialisasi.

Oswar menyarankan masyarakat tidak harus menjadikan RTH sebagai tempat sosialisasi, Oswar menganjurkan masyarakat untuk melakukan sosialisasi di plasa-plasa yang tersedia.

Oswar tidak bisa menghindari RTH merupakan area penyerapan air yang besar. Namun, pihaknya telah meminta untuk setiap gedung di Jakarta untuk menginjeksi atau membuat biopori untuk kawasan perumahan sebagai penyerapan air.

Kemudian fungsi menyerap gas emisi, Oswar memberi saran untuk membangun tembok hijau yang memiliki fungsi sama sebagai penyerap gas emisi.

“Bisa memakai green wall di gedung atau bangun rumah hijau. Setelah itu bisa dikonversi, luasan 6.000 hektare itu kalau memakai green wall, harus pakai berapa green wall. Lalu dengan jenis tanaman apa,” papar Oswar.

Menurut Oswar, kondisi Jakarta sudah sedikit sulit untuk memenuhi pembebasan lahan 6.000 hektare sebagai RTH.

“Di samping susah karena lahan semakin sedikit juga mahal. Kalau menurut saya rth itu tidak harus 6.000 hektare lagi bisa kita gunakan alternative lain, seperti tadi,” ujar Oswar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: M. Rochmad Purboyo
Terkini