Darmin Buka-bukaan Soal Masalah Beras

Bisnis.com,22 Mei 2018, 21:00 WIB
Penulis: Ipak Ayu H Nurcaya
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution (kiri), dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, seusai menghadiri pembukaan Industrial Summit 2018, di Jakarta, Rabu (4/4/2018)./JIBI-M. Richard

Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution akhirnya angkat bicara terkait persoalan beras yang terjadi saat ini.

Hal ini untuk mengonfimasi masalah seputar impor beras yang dinilai BPK tidak sesuai dengan data serta rencana tambahan impor tahun ini.

Dirinya menceritakan pada 2015 ada peristiwa el-nino yang membuat sulit petani untuk melakukan panen, sehingga atas dasar analisis tersebut pemerintah memutuskan untuk membuka keran impor sekitar 1,5 juta ton.

"Waktu itu yang bisa kita realisasi hanya 600.000 - 650.000 ton. Jadi sisanya, dilakukan pada 2016," katanya, Selasa (22/5/2018).

Darmin mengemukakan terkait persoalan data, memang masih ada perbedaan antara satu instansi dan yang lain.

Padahal sudah sama-sama menggunakan peta digital tetapi ada saja perbedaannya. Selain itu, waktu panen raya yang berubah setiap tahun juga menjadi salah satu kendala.

Darmin menyebut pada masa panen raya tersebut, pasokan beras di Indonesia seharusnya akan mampu terpenuhi kebutuhan 5 sampai dengan 6 bulan ke depan.

Sayangnya, pada 2016 panen terjadi pada Maret, sedangkan pada 2017 terjadi pada April. Selanjutnya, pada tahun ini panen terjadi pada dua periode waktu yakni sebagian Maret dan sebagian lagi April.

"Artinya, ada perubahan-perubahan di dalam pola tanam dan itu membuat produksinya berubah dia tidak mengikuti kurva yang biasa dan itu mengakibatkan pembelian beras bulog dari dalam negeri itu tidak setinggi tahun-tahun lalu," ujarnya.

Sementara itu, terkait tambahan impor 500.000 ton saat ini, Darmin menambahkan stok bulog hanya sekitar 800.000-an ton, jika ditambah impor hanya 1,3 juta ton. Padahal, pemerintah harapkan bisa dicapai sampai Juni pembelian bulog mencapai 2,2 juta ton.

"Nah, kalau sampai Mei ternyata hanya 800.000 ton. Kita terus mau apa dengan angka-angka itu?" ujar mantan Gubernur Bank Indonesia itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Achmad Aris
Terkini