Ditjen Bea Cukai Menilai Perubahan PMK 229/2017 Belum Mendesak

Bisnis.com,24 Mei 2018, 16:48 WIB
Penulis: Edi Suwiknyo
Petugas keamanan mengawasi proses bongkar muat kontainer di Terminal Teluk Lamong, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (19/3)./Antara-Didik Suhartono

Bisnis.com, JAKARTA - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan merinci data mengenai importir yang mendapatkan sanksi karena terlambat menyampaikan surat keterangan asal (SKA) barang impor.

Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Robert L. Marbun mengatakan bahwa selain data mengenai jumlah importir yang memperoleh sanksi akibat terlambat menyampaikan SKA, perlu dilihat juga awareness para importir itu dengan PMK 229/PMK.04/2017.

Data DJBC yang dikutip Kamis (24/5/2018) menyebutkan 95% pengguna jasa yang terlambat menyampaikan SKA notabene adalah pengguna jasa yang telah mengetahui implementasi PMK 229. Sedangkan sisanya, yakni sebanyak 5% sama sekali belum mengetahui pemberlakuan beleid tersebut serta belum mendapatkan sosialisasi dari asosiasi terkait.

Robert juga menjelaskan bahwa sebelum beleid itu diterapkan, otoritas kepabeanan telah melalukan berbagai sosialisasi kepada asosiasi termasuk dalam hal ini adalah Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI).

Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut, pihaknya menilai bahwa argumentasi untuk mengubah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.229/PMK.05/2017 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Perjanjian dan Kesepakatan Internasional belum terlalu mendesak.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, kalangan pelaku usaha logistik dan pata importir mengaku keberatan dengan skema yang diterapkan dalam PMK 229 tersebut. Mereka menilai bahwa ketentuan itu merugikan para pelaku usaha.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Achmad Aris
Terkini