Trump dan Abe Bakal Bertemu Sebelum KTT AS-Korut

Bisnis.com,29 Mei 2018, 07:30 WIB
Penulis: Annisa Margrit
Presiden Amerika Serikat Donald Trump./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA -- Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe bakal bertemu sebelum AS melakukan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) dengan Korea Utara (Korut).

Gedung Putih menyatakan keduanya telah menyepakati rencana itu lewat telepon.

"Trump dan Abe memiliki kesepakatan bahwa denuklirisasi permanen dan komprehensif Korut, termasuk program senjata kimia, biologi, dan misil balistiknya, harus dicapai," papar Gedung Putih seperti dilansir Reuters, Selasa (29/5/2018).

Tidak disebutkan kapan Trump dan Abe bakal bertemu. Namun, keduanya dijadwalkan hadir dalam pertemuan G7 di Kanada pada 8-9 Juni 2018.

Seperti diketahui, Trump dan pemimpin Korut Kim Jong Un bakal bertemu di Singapura pada 12 Juni 2018. Rencana pertemuan ini sudah melalui tarik ulur setelah Korut menyampaikan akan mempertimbangkan kembali agenda tersebut jika AS memaksa melakukan denuklirisasi gaya Libya.

Sikap itu membuat Trump mengumumkan akan mundur dari rencana pertemuan. Namun, akhirnya dia balik mengatakan mempertimbangkan kembali menggelar pertemuan itu.

Beberapa hari lalu, para pejabat AS dan Korut telah bertemu untuk membicarakan detail pertemuan tersebut, baik di Singapura maupun di Panmunjom yang berada di area Demiliterized Zone (DMZ) antara Korut-Korea Selatan (Korsel).

Meski demikian, definisi denuklirisasi yang bakal dilakukan masih belum mencapai kesepakatan.

Adapun denuklirisasi gaya Libya mengacu pada perjanjian nuklir damai antara AS dan Libya pada awal 2000. Ketika itu, pemimpin Libya Muammar Khadafi setuju untuk menghancurkan program pengembangan nuklirnya sesuai dengan permintaan AS.

Meski langkah itu menuai pujian dari negara-negara Barat, tapi negara-negara Arab justru mengritiknya. Pasalnya, langkah tersebut dinilai terburu-buru dan malah akan melemahkan posisi negara-negara Arab terutama menghadapi Israel yang juga memiliki nuklir.

Khadafi disebut sempat menahan sebagian bahan baku pengembangan nuklirnya untuk dijadikan kekuatan tawar dengan negara-negara Barat, termasuk AS. Hal ini juga dimanfaatkannya sebagai posisi tawar ketika NATO melakukan intervensi militer di negara itu pada 2011.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Margrit
Terkini