Bisnis.com, JAKARTA—Nasabah kredit komersil tidak selalu dianggap rentan dalam menghadapi fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
PT Bank Central Asia Tbk. salah satu yang meyakini kinerja segmen kredit komersil tetap baik kendati rupiah sedang demam. “Kami tetap optimis untuk kredit komersil ini,” tutur Direktur BCA Henry Koenaifi kepada Bisnis, akhir pekan.
Salah satu aspek yang mendukung kepercayaan diri BCA adalah strategi untuk menyalurkan kredit valas hanya kepada nasabah yang bisnisnya berorientasi ekspor. Oleh karena itu, sejauh ini perseroan tidak merasa khawatir atas kelancaran pembayaran kredit para debitur komersilnya.
Portofolio penyaluran kredit BCA pada Januari – Maret meningkat 15,0% secara year on year yoy menjadi Rp470 triliun dari periode sebelumnya sebesar Rp408,69 triliun. Penyumbang kenaikan kredit BCA yakni sektor korporasi secara umum yang tumbuh 17,6% (yoy) menjadi Rp179,4 triliun. Sejalan dengan itu, kredit komersial dan UKM juga naik 14,4% (yoy) menjadi Rp166,7 triliun.
Sementara itu PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. memproyeksikan, apabila pelemahan rupiah terhadap dolar AS berlanjut secara konstan bahkan melampaui Rp14.000 maka yang rentan terpapar dampak tak lain debitur segmen komersil. Pasalnya, skala bisnisnya mereka berada pada tataran menengah, sehingga manakala terjadi fluktuasi ekonomi lebih mudah goyang.
“Kalau bisnis kecil tidaklah sensitif terhadap kurs karena kulakannya juga domestik. Jadi, umumnya yang mungkin akan sedikit tertekan itu kalau komersil,” tutur SVP Credit Portofolio Risk Bank Mandiri Setiyo Wibowo kepada Bisnis secara terpisah.
Ada pun, para debitur skala kecil justru bisa dikatakan paling kebal menghadapi goncangan ekonomi termasuk fluktuasi kurs rupiah. Pasalnya, pebisnis di segmen ini bisa dikatakan tidak tergantung kepada bahan baku impor.
Nasabah kredit korporasi juga diyakini mampu bertahan menghadapi fluktuasi kurs ini. “Bank Mandiri adalah paling besar corporate banking-nya. Sejauh ini, pada umumnya konglomerasi besar debitur Mandiri bisnisnya tidak tergantung kepada satu sektor saja, melainkan multisektor,” tuturnya.
Sayap bisnis yang direntangkan tidak hanya pada satu bidang usaha membuat debitur korporasi relatif mampu bertahan, termasuk menghadapi potensi pelemahan rupiah dalam jangka panjang. Pasalnya, kinerja bisnis pada bidang lain dapat membantu menopang sektor tertentu yang melemah.
Dari sekian banyak lapangan usaha yang ada, imbuh Setiyo, tentu tidak semua sensitif terhadap fluktuasi kurs rupiah terhadap dolar AS. Para perusahaan yang notabene konglomerasi dapat dikatakan cukup stabil menghadapi volatilitas kurs dan suku bunga.
“Pada dasarnya, kalau bicara hanya soal dampak kurs saja ke portofolio korporasi itu tidak terlalu signifikan. Kecuali masalahnya multifaktor, misalnya juga ada tensi politik, fluktuasi harga komoditas, dan lain-lain,” tutur Setiyo.
Sepanjang kuartal I/2018 Bank Mandiri mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar 7% secara year on year (yoy) menjadi Rp703 triliun dengan kontribusi pembiyaan produktif sebesar 77,5% dari total portofolio kredit (bank only).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel