KPK Dalam Bahaya! ICW Minta Dukungan Publik

Bisnis.com,04 Jun 2018, 16:57 WIB
Penulis: Yusran Yunus
Gedung KPK./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch meminta dukungan publik untuk menyelamatkan Komisi Pemberantasan Korupsi yang saat ini dalam ancaman bahaya. ICW menggalang petisi melalui situs petisi online, change.org.

Menurut ICW, kondisi bahaya itu terjadi karena DPR dan Pemerintah akan segera mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (R-KUHP) pada 17 Agustus 2018.

"Terdapat subtansi di dalamnya yang dapat mengancam eksistensi KPK maupun upaya pemberantasan korupsi di Indonesia," tulis ICW dalam petisi tersebut.

Dalam studi ICW, setidaknya ada dua substansi dalam R-KUHP tersebut yang membahayakan eksistensi KPK.

Pertama, Jika R-KUHP disahkan maka KPK tidak lagi memiliki kewenangan dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Kewenangan KPK tercantum dalam UU KPK yang secara spesifik menyebutkan bahwa KPK berwenang menindak tindak pidana korupsi yang diatur dalam UU Tipikor, dan bukan dalam KUHP.

Jika delik korupsi dimasukkan dalam KUHP, maka hanya Kejaksaan dan Kepolisian yang dapat menangani kasus korupsi. Pada akhirnya KPK hanya akan menjadi Komisi Pencegahan Korupsi.

Tidak hanya KPK, tulis ICW, Pengadilan Tipikor pun terancam keberadaannya. Selama ini Pengadilan Tipikor hanya memeriksa dan mengadili kejahatan yang diatur dalam UU Tipikor.

Maka jika R-KUHP ini disahkan kejahatan korupsi akan kembali diperiksa dan diadili Pengadilan Negeri. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pada masa lalu Pengadilan Negeri kerap memberikan vonis ringan, bahkan tidak jarang membebaskan pelaku korupsi.

Kedua, sejumlah ketentuan delik korupsi dalam R KUHP justru menguntungkan koruptor. Ancaman pidana penjara dan denda bagi koruptor dalam R-KUHP lebih rendah dari ketentuan yang diatur dalam UU Tipikor.

Lebih ironis adalah koruptor yang diproses secara hukum dan dihukum bersalah tidak diwajibkan mengembalikan hasil korupsinya kepada negara, karena R-KUHP tidak mengatur hal ini.

Selain itu pelaku korupsi cukup mengembalikan kerugian keuangan negara agar tidak diproses oleh penegak hukum.

ICW menegaskan mengakomodir delik korupsi masuk ke dalam R-KUHP hanya akan menimbulkan citra buruk bagi rezim pemerintah dan parlemen saat ini. Presiden juga dinilai ingkar janji dengan poin ke-4 Nawacita, yang menyatakan akan memperkuat penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.

"Pemerintahan Jokowi dan partai politik yang ada di DPR nantinya akan tercatat sebagai lembaga yang melemahkan KPK dan upaya pemberantasan korupsi," ujar ICW.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Saeno
Terkini