Bisnis.com, JAKARTA--Menyoal fluktuasi bisnis di sektor pertambangan baik batu bara maupun migas, PT Bank China Construction Bank Indonesia Tbk. mengaku tidak menarik diri.
Direktur Utama CCB Indonesia You Wen Nan mengatakan, sebaiknya perbankan tidak mengeneralisir risiko bisnis calon debitur. Meskipun sebuah korporasi bergerak pada lapangan usaha yang sedang bergejolak bukan berarti kinerja perusahaan bersangkutan juga buruk.
Di dalam suatu industri yang tren bisnisnya secara umum bagus sekalipun, imbuhnya, tetap saja di dalamnya terdapat korporasi dengan kinerja bisnis yang tak seberapa bagus. Begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, tugas bank adalah mencari korporasi yang kinerja baik.
“Sekalipun 80% perusahaan di industri pertambangan kehilangan uang atau bangkrut namun tetap ada 20% di antaranya yang bisa bertahan. Kami berusaha menemukan korporasi-korporasi yang bagus dari setiap industri yang kami masuki,” tuturnya.
CCB Indonesia mengakui, secara umum terdapat lapangan usaha yang dianggap berisiko tinggi. Kendati demikian, perseroan percaya tetap ada korporasi-korporasi yang kinerjanya tetap baik dan mereka bisa menjadi calon debitur potensial.
“Ada beberapa klien kami yang bisnisnya tetap bagus walaupun industrinya sedang gonjang-ganjing. Walaupun begitu, prinsip kami bagaimanapun tetapkan prudential banking, tetap harus bisa me-manage risiko,” ujar Sekretaris Korporat CCB Indonesia Andreas Basuki kepada Bisnis, baru-baru ini.
Menilik Analisis Perkembangan Uang Beredar yang dipublikasikan Bank Indonesia (BI) diketahui bahwa kredit investasi (KI) maupun kredit modal kerja (KMK) ke sektor pertambangan dan penggalian per April tahun ini sama-sama mengalami penurunan.
Perinciannya a.l. untuk KI turun sekitar 15,8% (year on year / yoy) menjadi Rp45,7 triliun. Padahal sampai dengan periode yang sama pada 2017 penyaluran kreditnya mencapai Rp54,3 triliun. Adapun, KMK susut hingga 26,9% (yoy) ke level Rp44,2 triliun dari Rp60,4 triliun.
Sementara itu, menilik kepada Statistik Sistem Keuangan Indonesia (SSKI) yang juga dilansir BI didapati bahwa rasio kredit bermasalah (non-performing loan / NPL) di sektor pertambangan dari seratus debitur korporasi terbesar terus menanjak terutama sejak 2012.
SSKI BI mencatat bahwa pada 2012 NPL gross agregat sektor pertambangan masih di kisaran 0,47%. Angkanya terus merangkak sampai pada akhirnya pada November tahun lalu rasio kredit bermasalah di bidang ini di level 7,73%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel