Indeks Manufaktur Tertinggi 23 Bulan, Begini Saran Ekonom UI

Bisnis.com,07 Jun 2018, 03:59 WIB
Penulis: Anggara Pernando
Ilustrasi kegiatan industri manufaktur/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA -- Optimisme industri manufaktur yang tercermin dalam purchasing manager index (PMI) Indonesia pada Mei 2018 diyakini karena ditopang oleh peningkatan permintaan domestik. Pasalnya saat ini order ekspor melemah karena kondisi global yang kurang menentu.

Hal ini disampaikan oleh T.M. Zakir Machmud, Peneliti Senior dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat, Universitas Indonesia menyikapi hasil indeks PMI Nikkei Mei yang menyentuh rekor tertinggi dalam 23 bulan terakhir. Pada Mei lalu, PMI indeks mencapai 51,7. Naik tipis dari bulan sebelumnya 51,6. PMI di atas 50 menandakan manufaktur tengah ekspansif.

“Di sisi lain, depresiasi nilai Rupiah terhadap Dollar mendorong kenaikan biaya input atau bahan baku, sehingga berimbas pada tekanan inflasi. Namun demikian, para pengusaha kita tetap optimistis bahwa output akan tetap naik dalam 12 bulan ke depan," kata Zakir dalam keterangan tertulis Kementerian Perindustrian, Rabu (6/6/2018).

Untuk itu, Zakir mengharapkan pemerintah bersama pemangku kepentingan terkait perlu menjaga momentum baik ini dengan menciptakan kebijakan iklim bisnis yang kondusif. "Saat ini, peluang yang harus dimanfaatkan adalah mendorong ekspor manufaktur yang cukup besar," katanya.

Zakir melihat potensi ekspor masih terbuka luas di negara nontradisional seperti Timur Tengah, Amerika Latin, dan Eropa Timur. Pemerintah juga perlu mempercepat penyelesaian kerja sama yang komprehensif dengan negara-negara potensial serta penetrasi ke pasar Asean terus didorong dan diperbesar.

Mengupayakan penurunan harga gas dan listrik di sektor energi merupakan upaya yang harus ditempuh untuk memastikan daya saing industri. Tidak lupa faktor tenaga kerja dengan kenaikan upah yang terukur serta terjaminnya ketersediaan bahan baku industri yang esensial seperti gula dan garam juga menjadi faktor yang harus diperhatikan.

Sementara itu Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan kenaikan PMI harus disambut positif. Capaian ini membuktikan bahwa industri manufaktur sedang bergeliat. "Untuk itu, kami terus dorong agar lebih produktif dan berdaya saing," kata Airlangga.

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), pada kuartal I tahun 2018, industri manufakur nasional skala besar dan sedang di dalam negeri mengalami peningkatan produksi sebesar 0,88 persen, lebih tinggi dibanding kuartal IV/2017 (quarter to quarter/q-to-q) atau tumbuh 5,01 persen dari kuartal I-2017 (year on year/y-on-y).

Selanjutnya, industri pengolahan nonmigas tumbuh sebesar 5,03 di kuartal I/2018, meningkat dibanding periode yang sama pada 2017 sekitar 4,80%. Sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah industri mesin dan perlengkapan sebesar 14,98%.

Kinerja yang baik ini diikuti industri makanan dan minuman yang menempati angka pertumbuhan hingga 12,70%, kemudian industri logam dasar 9,94%, industri tekstil dan pakaian jadi 7,53%, serta industri alat angkutan 6,33%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Fajar Sidik
Terkini