Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) Penjaminan Polis. Proses pembahasan di pemerintah sudah melibatkan asosiasi.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu mengatakan pihaknya mengusulkan penjaminan polis dikelola oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
"Kami mengusulkan sebaiknya [penjaminan polis] dikelola LPS, namun untuk dananya harus dilakukan pemisahan antara asuransi jiwa, umum dan syariah," kata Togar kepada Bisnis, Selasa (26/6/2018).
Selain itu, sejumlah masukan lain yang disampaikan kepada regulator yakni terkait cakupan dan mekanime penjaminan, mekanisme pendanaan dan penentuan besaran iuran.
Togar mengatakan, cakupan penjaminan hanya sebatas retensi sendiri dari setiap perusahaan. Adapun penjaminan untuk produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) hanya pada bagian proteksi saja. Sementara itu soal mekanisme pendanaan adalah pre-funding.
"Dana harus ditransfer, tidak boleh dalam bentuk pencadangan," ujarnya.
Dia melanjutkan, besaran iuran diharapkan dapat ditekan senimimal mungkin dan dilakukan secara bertahap dengan pertimbangan perusahaan asuransi sudah banyak menanggung pungutan.
"[Antara lain pungutan] BPJS Kesehatan, BPJS Tenaga Kerja, iuran OJK, pajak, dan lain-lain. Selain itu juga memperhitungkan adanya coverage reasuransi," katanya.
Lembaga Penjaminan Polis, sesuai dengan Undang-Undang No.40/2014 tentang Perasuransian diketahui harus terbentuk 3 tahun setelah regulasi tersebut diundangkan, atau 17 Oktober 2018.
Selain tenggat yang sudah terlewati, molornya pembentukan lembaga tersebut akan diperpanjang oleh proses rancangan konsep dari pemerintah yang belum selesai, antrean pembahasan RUU lain di DPR dan momentum Pileg dan Pilpres serentak 2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel