Bisnis.com, JAKARTA – Beberapa bank skala kecil menyatakan tidak gentar dengan risiko persaingan likuiditas di tengah kenaikan suku bunga acuan.
Seperti diketahui, dalam tiga rapat dewan gubernur Bank Indonesia terakhir secara berturut-turut menaikkan tingkat 7 days reverse repo rate dengan total kenaikan 100 bps.
Merespons keputusan tersebut, sejumlah bank juga menyesuaikan tingkat suku bunga simpanan sehingga diperkirakan akan menyulitkan bank kecil mendapatkan likuiditas.
Namun, Direktur Utama PT Bank Dinar Tbk. Hendra Lie menilai risiko yang dihadapi bank-bank kecil lebih terkait kenaikan biaya dana.
“Kalau risiko likuiditas tidak ada, tapi risikonya cost of fund naik. Mau tidak mau memang harus entertain dengan bunga yang naik, karena kalau BI rate naik, sebagian besar deposan minta bunga deposito ikut naik,” katanya kepada Bisnis, Selasa (3/7/2018).
Hendra mengatakan perseroan perlu mengimbangi kenaikan bunga simpanan dengan kenaikan bunga kredit guna menjaga agar beban biaya dana tidak terlalu menggerus laba.
Dia mengaku sejak awal Juni lalu perseroan telah menaikkan bunga simpanan sebesar 0,25% hingga 0,5%. Akan tetapi, kenaikan suku bunga acuan sebesar 50 bps yang diputuskan oleh BI pada akhir Juni lalu dinilai masih belum perlu ditransmisikan terhadap perubahan suku bunga simpanan yang baru.
Lebih lanjut, Hendra tetap optimistis perseroan tidak terimbas pengetatan likuiditas kendati bank-bank besar ikut menaikkan suku bunga simpanan.
“Kalau Bank Dinar selama ini likuiditas tidak masalah, kuncinya layanan yang baik dan hubungan yang selalu dijaga,” ungkapnya.
Bank Dinar masih memiliki likuiditas yang cukup longgar yang tampak dari rasio pembiayaan terhadap pendanaan (loan to funding ratio/LFR) sebesar 76% per akhir kuartal II/2018.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel