Bisnis.com, JAKARTA -- ALAMI, perusahaan teknologi finansial aggregator syariah pertama di Indonesia kian fokus menjaring kemitraan dengan berbagai lembaga syariah di tahan air. Setidaknya sudah ada 13 bank umum syariah yang siap menyalurkan pendanaan kepada masayarakat melalui kerja sama dengan ALAMI berupa sistem pinjaman bebas riba. .
“Saat ini kita memiliki 13 bank umum syariah yang siap menyalurkan dana kepada umat. Melalui positioning kami sebagai perusahaan tekfin aggregator syariah, ALAMI memiliki keunggulan untuk mempertemukan layanan perbankan tadi ke calon-calon nasabah yang ingin memperbesar skala usaha namun tetap dalam koridor syariah,” tutur Dima, Kamis (5/7/2018)
Perusahaan yang berdiri sejak akhir tahun 2017 ini untuk menjembatani pelaku usaha ke akses pembiayaan syariah yang dimiliki perbankan syariah di Indonesia. Platform digital ALAMI memungkinkan calon nasabah mendapatkan informasi perbankan yang sesuai dengan kondisi keuangan usahanya untuk melakukan pembiayaan modal dalam rangka ekspansi bisnis.
Model bisnis aggregator pada dasarnya bukanlah hal baru di Indonesia. Berdasarkan data dari Asosiasi Fintech Indonesia tahun 2018, saat ini terdapat 235 perusahaan fintech dimana 26 di antaranya bergerak di bidang market aggregator. Adapun jasa yang ditawarkan oleh banyak perusahaan aggregator ini adalah menghubungkan konsumen (end-user) kepada perusahaan yang memiliki jasa, produk atau layanan tertentu. Perusahaan aggregator ini kemudian bertugas untuk mengonsolidasi dan menstandarisasi sebelum didistribusikan lewat mekanisme platform digital.
Di tengah arus informasi dan perkembangan teknologi yang kian cepat, perusahaan aggregator bisa menjadi kunci untuk membantu masyarakat menentukan pilihannya terhadap produk, layanan dan jasa yang paling sesuai. Di sisi lain, perusahaan aggregator juga membantu merekatkan banyak aspek dalam ekosistem digital yang mampu bekerja sama dengan ekosistem konvensional, misalnya saja di sektor keuangan.
Meskipun demikian, Dima juga melihat adanya risiko dalam model bisnis ini. “Di dalam ekosistem digital, model bisnis aggregator perlu punya value-add agar dapat memberikan solusi yang optimal bagi nasabah. Jangan sampai end-user atau konsumen menilai keberadaan aggregator justru menambah kerumitan saat mereka ingin mengakses layanan dari penyedia jasa. Ini adalah risiko yang perlu dikelola untuk menjaga masa depan bisnis, karenanya di ALAMI, kami selalu berupaya memberikan value added service (VAS) dalam layanan kami, misalnya proses credit scoring yang cepat dan transparan, penyampaian informasi yang jelas dan mudah dipahami oleh end-user, serta tampilan platform digital yang tidak ribet,” tambah Dima,
Hal ini diyakini bisa menjadi solusi untuk memastikan bisnis aggregator tetap potensial di masa depan. Terlebih dengan teknologi yang kian berkembang pesat tidak menutup kemungkinan untuk para penyedia jasa mengembangkan sendiri kapasitas teknisnya, dimana kebutuhan akan bantuan pihak aggregator menjadi tidak lagi relevan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel