Pilihan Antisipasi Perang Dagang Pemerintah Terbatas

Bisnis.com,11 Jul 2018, 15:57 WIB
Penulis: Ipak Ayu H Nurcaya
Tujuh jurus industri nasional menghadapi ancaman perang dagang./Bisnis-Husin Parapat

Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom menilai pilihan startegi pemerintah untuk mengatisipasi dampak perang dagang sangat terbatas.

Ekonom dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Fithra Faisal mengatakan, paling efektif yang dapat dilakukan dalam jangka pendek dengan kebijakan moneter.

Sementara itu, kebijakan fiskal akan lebih lama berdampak dalam menengah dan panjang.

"Potensi langsung yang kita hadapi dari perang dagang hanya kontraksinya, sedangkan sumbangan pada pertumbuhan ekonomi paling 0,1%," katanya, Rabu (11/7/2018).

Fithra menjabarkan bahwa kontraksi yang dimaksud yakni berasal dari proyeksi pertumbuhan dunia yang akan melemah, sehingga hal ini yang menjadi tantangan besar karena partner dagang Indonesia mengalami gejolak dan selanjutnya berimbas.

Di sisi lain, yang harus diantisipasi yakni serbuan produk dari China yang tidak bisa lagi ke Amerika Serikat. Kemungkinan produk yang besar yakni logam dan baja.

"Kalau dari sisi ini hampir tidak ada yang bisa kita lakukan, paling pemberlakuan anti dumping, tetapi membuktikan dumping membutuhkan waktu hingga tiga tahun," ujarnya.

Secara natural, lanjut Fithra, memang tidak ada yang bisa dilakukan dalam jangka pendek, sehingga tujuan antisipasi yang disusun harus mampu mengatasi dampak krisis jika terjadi nanti.

Dirinya berharap ke depan pemerintah aktif melakukan imbauan pasar yakni dengan intens melakukan pembicaraan dengan pelaku usaha dan rutin meyakinkan pasar.

Adapun, pagi ini Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memanggil Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita untuk rapat koordinasi antisipasi evaluasi Amerika Serikat terhadap GSP.

Darmin mengatakan pemerintah sedang menyiapkan bahan untuk melakukan perundingan dengan AS pada akhir bulan ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Achmad Aris
Terkini