Menimbang Investasi ORI Sambil Berkontribusi Bagi Negeri

Bisnis.com,16 Jul 2018, 11:01 WIB
Penulis: Asteria Desi Kartika Sari
Ilustrasi Sukuk Negara Ritel./JIBI-Nurul Hidayat

Ask not what your country can do for you, ask what you can do for your country”- John F Kennedy.

Melalui pernyataan terkenal tersebut, Kennedy mengajak masyarakat untuk berkontribusi nyata untuk negeri, bukan hanya mengeluh akan kondisi negara yang dianggap selalu kurang dengan negara lain.

Pernahkah membayangkan negara kita dapat secara mandiri membangun tanpa ataupun hanya sedikit bantuan dari pihak luar? Lantas apa yang harus dilakukan?

Berperan nyata dalam membangun negara ada berbagai cara, salah satunya melalui investasi. Instrumen investasi bernama surat utang atau obligasi dapat membuat Anda berkontribusi nyata untuk negara.

Surat utang negara tak hanya bisa dibeli oleh negara lain, perusahaan-perusahaan atau konglomerat, namun juga dapat dibeli oleh investor-investor kecil melalui Obligasi Ritel Indonesia (ORI). Mereka yang hanya memiliki uang Rp5 juta, sudah dapat berinvestasi dengan membeli ORI.

Saat pertama kali diterbitkan, ORI mampu menghimpun dana sebesar Ro3,28 triliun. Pada umumnya, ORI diterbitkan dalam satu seri setiap tahun, namun pemerintah pernah menerbitkan ORI setahun dua kali, yakni pada 2007 dan 2008.

Saat memilih instrumen investasi, seringkali yang menjadi pertimbangan adalah besaran imbal hasil atau keamanan investasi. Perencana keuangan OneShildt Budi Raharjo mengatakan, dalam surat utang, imbal hasil disebut kupon. Besaran kupon ditentukan oleh perusahaan penerbit kupon.

Biasanya, kupon surat utang dipatok lebih tinggi dari bunga deposito. Oleh karena itu, menurut Budi, menarik bagi investor yang menginginkan keuntungan dalam bentuk pendapatan tetap berupa bunga yang memberikan keuntungan lebih tinggi daripada deposito. Selain itu, dari sisi risiko, tentunya obligasi tidak sefluktuatif instrumen saham yang memberikan potensi keuntungan lebih besar. 

Begitu juga dengan ORI. Sejak saat pertama kali diterbitkan, kupon ORI selalu lebih tinggi dari bunga deposito. Lantaran diterbitkan oleh pemerintah, kecil sekali kemungkinan terjadi gagal bayar.

Kalaupun hal itu sampai terjadi, biasanya ada aset pemerintah yang dijaminkan. Bahkan, penjaminan tersebut dilakukan melalui undang-undang. “Kemudian, dari sisi kupon tidak berubah nilainya sampai jatuh tempo obligasi tersebut atau tidak ada perubahan bunga,” kata Budi.

Obligasi ritel dapat dibeli saat diterbitkan melalui pasar perdana atau di pasar sekunder melalui mekanisme bursa ataupun di luar bursa (over the counter).

Dia menjelaskan, berbeda dengan instrumen deposito yang banyak dipahami oleh nasabah perbankan, obligasi memiliki jatuh tempo yang lebih panjang yakni 3 tahun. Meskipun begitu, ada beberapa ORI yang memiliki tenggat jatuh tempo yang lebih panjang seperti ORI 003, ORI 004 dan ORI 005 yang berkisar 4-5 tahun.

Selama obligasi tersebut belum jatuh tempo, investor tidak dapat mencairkan seperti deposito yang dapat dicairkan setiap waktu. Namun, yang dapat dilakukan adalah menjual kembali obligasi tersebut kepada investor lain dengan harga yang telah disepakati, atau menjual kembali kepada agen penjual tempat membeli ORI yang berperan sebagai standby buyer sesuai dengan harga pasar.

Artinya, lanjut Budi, harga dari ORI tersebut bisa dibeli lebih tinggi atau lebih rendah dari harga pembelian tergantung situasi dan kondisi ekonomi saat obligasi tersebut akan dijual sebelum jatuh tempo. Apabila investor ternyata tetap memegang ORI hingga jatuh tempo maka investor akan mendapatkan pengembalian pokok investasi yang telah ditanamkan.

Selain mendapatkan bunga, investor berpotensi mendapatkan capital gain atau keuntungan kenaikan harga obligasi. Apabila ternyata harga pasar obligasi meningkat dan investor ingin menjual obligasinya. “Menariknya, obligasi ini dapat digunakan sebagai jaminan apabila investor membutuhkan modal pinjaman,” katanya.

Harga pasar dari obligasi yang dipegang mengalami kenaikan apabila terjadi penurunan tingkat suku bunga acuan perbankan. Berarti ada risiko penurunan nilai harga obligasi apabila ternyata suku bunga acuan mengalami kenaikan hingga menyamai atau lebih tinggi daripada kupon obligasi.

“Namun hal ini tidak terlalu perlu dikhawatirkan, karena pada akhirnya modal investor akan dikembalikan secara utuh apabila investor memegang obligasi hingga jatuh tempo.”

Tak hanya itu, belum lama ini Kementerian Keuangan juga telah menerbitkan SBR  (Saving Bond Ritel), yakni SBR003. Pelaksanaan penjualan Surat Berharga Ritel secara online ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.08/2018 tentang Penjualan Surat Utang Negara Ritel di Pasar Perdana Domestik. Aturan ini juga merevisi dari PMK Nomor 42 Tahun 2014 tentang Penjualan Obligasi Negara kepada investor ritel di pasar perdana.

 

SASAR MILENIAL

Berdasarkan catatan Bisnis, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan imbal hasil dari surat utang ini sekitar 6,8% yang berpacuan pada BI 7 Days Repo Reverse Rate plus spread.

Luky mengemukakan, penerbitan surat berharga tersebut juga menjadi bagian upaya pemerintah untuk mendalami pasar, sekaligus untuk peningkatan inklusi keuangan. Sebab, pasar yang disasar bukan hanya 40 tahun ke bawah tapi juga generasi milenial. Oleh karena itu, pembelian investasi tersebut melalui daring.

Adapun, agen daring terdiri dari sembilan perusahaan yakni PT Bank Central Asia Tbk., PT Bank Mandiri Tbk., PT Bank Negara Indonesia Tbk., PT Bank Rakyat Indonesia Tbk., PT Bank Permata Tbk., PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk., PT Bareksa Portal Investasi, PT Star Mercato Capitale, dan PT Investree Radhika Jaya.

Meski akan fokus menerapkan sistem daring, tetapi pemerintah juga masih membuka kesempatan dalam pembelian secara konvensional melalui 17 agen perbankan dan dua perusahaan efek.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: M. Taufikul Basari
Terkini