Bisnis.com, JAKARTA—Ekonom senior Rizal Ramli mengatakan bahwa konflik kepentingan dan masuknya sumber daya manusia tidak berkualitas pada jajaran komisaris dan direksi membuat rata-rata BUMN kalah bersaing dengan pihak swasta dan perusahaan luar negeri.
Menurutnya, persoalan tersebut telah berlangsung lama selain Badan Usaha Milik Negara (BUMN sehingga sulit untuk dicegah. Selain itu dia juga menyebutkan BUMN tidak punya strategi kompetisi dan strategi untuk kembali bangit dari kerugian (turn around strategy) yang membuatnya cenderung merugi.
Hal itu dikemukakannya dalam diskusi bertajuk “Cegah BUMN jadi ATM menjelang Pemilu 2019” di Gedung DPR, Selasa (17/7). Selain Rizal Ramli, turut menjadi nara sumber pada diskusi itu Anggota Fraksi Nasdem Hamdhani dan politisi Supratman Andi Agtas dari Fraksi Gerindra DPR.
Rizal mengatakan munculnya konflik kepentingan di tubuh BUMN adalah akibat adanya rangkap jabatan pejabat publik selain masuknya orang-orang politik pendukung yang menjadi tim sukses calon presiden.
“Jangan ada lagi tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) BUMN digunakan untuk kampanye calon presiden. Berikan CSR itu kepada masyarakat dan UKM yang ada di lingkungan perusahaan,” ujar Rizal. Selain itu, menteri BUMN juga tidak boleh dijadikan sebagai “kasir” presiden, ujarnya.
Sementara itu, Supratman Andi Agtas mengatakan bahwa semangat untuk menghilangkan konflik kepentingan di tubuh BUMN telah sesuai dengan semangat RUU BUMN yang telah disepakati hampir semua fraksi di DPR.
Menurut anggota Komisi VI DPR itu, dalam RUU BUMN Pasal 21, Pasal 23, dan Pasal 38 sudah jelas ada norma melarang rangkap jabatan bagi pejabat struktural maupun fungsional, termasuk bagi anggota parpol.
Selain itu, menurutnya, kalau selama ini direksi tidak bisa membela diri ketika dipecat dari jabatannya maka dalam RUU itu dijelaskan soal hal untuk mebbela diri mereka, ujar Supratman.
Dia berharap dengan adanya UU baru nantinya BUMN akan menjadi profesional dan tidak terus merugi. Dia mengaku heran mengapa sejumlah BUMN yang pangsa pasarnya sudah jelas seperti perusahaan penerbangan Merpati Nusantara Airlines bisa merugi.
“Seharusnya tak ada BUMN yang rugi karena pasarnya jelas, seperti Merpati yang akhirnya bangkrut,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel