Perang Dagang AS - China: Saatnya Pelaku Usaha Ambil Peluang

Bisnis.com,19 Jul 2018, 16:35 WIB
Penulis: Ropesta Sitorus
Tujuh jurus industri nasional menghadapi ancaman perang dagang./Bisnis-Husin Parapat

Bisnis.com, MEDAN – Perang dagang yang ditabuh Amerika Serikat dengan sejumlah negara dinilai membawa tantangan sekaligus peluang bagi pelaku usaha dalam negeri.

Hal itu dikatakan Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara dalam Entrepreneur Networking Forum yang digelar Bisnis Indonesia dan Bank BTPN di Medan, Sumatra Utara, Kamis (19/7/2018).

Menurut Bhima, dunia usaha akan lebih prospektif pada paruh kedua tahun 2018 hingga 2019, khususnya bagi usaha kecil menengah yang berorientasi ekspor.

“Bagi usaha kecil dan menengah yang orientasinya ekspor, ada banyak celah yang bisa dimanfaatkan, apalagi pemerintah memberikan banyak insentif bagi industri yang berorientasi ekspor,” katanya.

Sebagai contoh, dia mengatakan salah satu efek perang dagang tersebut adalah pengenaan bea masuk yang menyulitkan ekspor minyak nabati dari Amerika Serikat ke China. Padahal selama 20 tahun terakhir AS sangat menikmati pasar ekspor ke negara berpenduduk 1,3 miliar itu, khususnya untuk minyak kedelai.

“Nah pascaperang dagang, peluang bagi Indonesia untuk memasok minyak nabati ke China,” katanya.

Peluang lainnya yakni untuk barang elektronik. Penerapan bea masuk yang lebih tinggi seharusnya membuat produk-produk elektronik dari Indonesia bisa lebih kompetitif.

Akan tetapi, menurut Bhima, kesempatan tersebut harus dimanfaatkan secepatnya agar tidak ketinggalan dibandingkan langkah Vietnam dan Thailand yang juga mengincar kesempatan serupa.

Di sisi lain, perang dagang tersebut juga memiliki efek risiko yang mesti dicermati, antara lain potensi turunnya volume perdagangan dunia. Hal tersebut tentu akan berdampak bagi Indonesia yang selama ini dikenal berada dalam rantai pasok terendah, yakni sebagai pengekspor bahan baku.

Efek lainnya, perang dagang tersebut juga akan memicu ketidakpastian global sehingga membuat investor akan berhati-hati berinvestasi di negara berkembang seperti Indonesia.

“Jadi bukan karena efek tahun politik sebenarnya, tetapi lebih karena kondisi dinamika ekonomi makro global,” tuturnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Saeno
Terkini