Ini Alasan Asing Tahan Investasi di Sektor Manufaktur

Bisnis.com,23 Jul 2018, 22:30 WIB
Penulis: Annisa Sulistyo Rini
Aktivitas karyawan di pabrik karoseri truk di kawasan industri Bukit Indah City, Purwakarta, Jawa Barat, belum lama ini. Selain kebutuhan lapangan kerja yang semakin besar, produktivitas industri manufaktur dinilai perlu lebih digenjot guna menghindari ancaman jebakan negara berpenghasilan menengah atau middle income trap. /Bisnis-NH

Bisnis.com, JAKARTA--Kondisi politik menjadi salah satu alasan para investor menahan untuk segera merealisasikan investasi di beberapa sektor manufaktur Indonesia.

Sutjiadi Lukas, Ketua Umum Asosiasi Mainan Indonesia (AMI), mengatakan banyak investor asal China yang menyatakan minat untuk menanamkan modal di Tanah Air. Namun, para investor tersebut mempertanyakan situasi politik nasional. Apalagi, tahun depan merupakan tahun pemilihan presiden.

"Mereka khawatir sudah tanam modal, tetapi ada hambatan-hambatan seperti kebijakan baru yang mempengaruhi progress investasi mereka," ujarnya di Jakarta, Senin (23/7/2018).

Apalagi, saat menawarkan kerjasama membentuk JV dengan perusahaan lokal kepada investor asal China, AMI mengarahkan investasi tersebut ke Kawasan Industri Kendal. Pengelola kawasan tersebut menetapkan tanah yang telah dibeli tidak boleh dibiarkan menganggur selama 2 tahun.

Dengan demikian, investor asal Negeri Tirai Bambu tersebut membutuhkan kepastian kelancaran investasi. "Ini yang membuat mereka masih berpikir," ujar Lukas.

Saat ini, AMI dan PT Kawasan Industri Kendal bekerjasama menyiapkan lahan seluas 5 hektare pada tahap pertama untuk mengembangkan klaster industri mainan. Kawasan ini dipilih karena memiliki upah minimum yang lebih rendah dibandingkan wilayah Jabodetabek.

Selain itu, Kawasan Industri Kendal juga dekat dengan fasilitas bandara, pelabuhan, serta jalan tol.

Ketua Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) Triyono Pridjosoesilo menuturkan hal senada. Saat ini, minat investasi di sektor minuman ringan dalam negeri masih ada, tetapi para investor memilih menunggu karena pemilihan presiden akan berlangsung pada tahun depan.

"Ke depan kan pemilu, kalau yang sekarang terpilih lagi, kebijakannya sudah terlihat. Namun, kalau ganti kebijakannya seperti apa? Investor memilih untuk menunggu," jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Maftuh Ihsan
Terkini