Bisnis.com, JAKARTA -- Masalah segmentasi perbankan bisa diatasi dengan pengembangan pasar berbasis collateral atau jaminan, salah satunya melalui transaksi repo antar bank.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia(BI) Nanang Hendarsah menuturkan untuk menumbuhkan minat perbankan masuk ke dalam transaksi repo dengan jaminan, dibutuhkan dorongan dari asosiasi di pasar uang antar bank.
"Upaya BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah merasa kuat untuk mendorong ini, tetapi pasarnya juga harus ikut mendorong, termasuk asosiasi pasar," ungkapnya, Selasa (24/7/2018).
Melalui transaksi repo, bank kecil sebenarnya dapat meminjam dana ke bank besar dengan jaminan Surat Berharga Negara (SBN) miliknya. Jika bank kecil tersebut mengalami gagal bayar, maka bank besar dapat menjual agunan tersebut.
Namun, Nanang mengakui transaksi repo dengan jaminan ini sangat kompleks. Pasalnya, harga SBN yang fluktuatif menyebabkan kedua bank yang melakukan repo harus memiliki sistem collateral management yang baik.
Sistem ini nantinya harus mampu menilai valuasi per hari dari aset yang diagunkan.
"Agunan SBN-nya Rp1 triliun, kemudian turun menjadi Rp900 juta, maka harus ada top up [terhadap agunan yang tergerus harganya]," terangnya.
Umumnya, top up dilakukan sesuai perjanjian, misalnya per hari atau per tiga hari. Faktor teknis ini, lanjut Nanang, menjadi alasan tidak banyak bank bersedia meminjamkan likuditasnya kepada bank lain melalui transaksi repo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel