Saudi Pangkas Produksi, WTI & Brent Kompak Menguat

Bisnis.com,07 Agt 2018, 07:00 WIB
Penulis: Aprianto Cahyo Nugroho
Prediksi Harga Minyak WTI/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah ditutup pada level tertinggi dalam sepekan pada perdagangan Senin (6/8/2018) setelah pemangkasan produksi Arab Saudi meningkatkan kekhawatiran pengetatan pasokan dunia.

Minyak mentah West Texas Intermediate untuk pengiriman September menguat 0,8% atau 0,52 poin di posisi US$69,01 per barel di New York Mercantile Exchange. Total volume yang diperdagangkan mencapai sekitar 38% di bawah rata-rata perdagangan 100 hari.

Sementara itu, Brent untuk pengiriman Oktober menguat 0,54 poin ke level US$73,75 di bursa ICE Futures Europe yang berbasis di London. Minyak mentah patokan global diperdagangkan lebih mahal US$5,81 terhadap WTI untuk bulan yang sama.

Dilansir Bloomberg, produsen terbesar OPEC, Arab Saudi, menekan output bulan lalu, menurut delegasi OPEC, meskipun Menteri Energi Khalid al-Falih berjanji untuk menambah sekitar 1 juta barel untuk mencegah kekurangan pasokan.

"Laporan bahwa output Saudi pada bulan Juli telah turun, tampaknya menangkap tawaran di pasar," kata Gene McGillian, Manajer Riset Pasar di Tradition Energy, seperti dikutip Bloomberg.

Minyak mentah acuan AS belum pulih dari pelemahan di bulan Juli yang dipicu oleh ketegangan perdagangan AS-China yang mengancam permintaan energi di kedua negara.

Meskipun Arab Saudi mengurangi produksi minyak bulan lalu, investor menunggu indikasi yang lebih jelas dari situasi pasokan global setelah Rusia mengatakan memiliki kapasitas untuk terus meningkatkan produksi.

"Apakah kita akan terus melihat pertumbuhan permintaan yang kuat dan kenaikan pasokan Rusia dan Saudi untuk menggantikan penurunan di Iran Iran dan Venezuela?" Kata McGillian. "Itu terus mengarah pada gambaran fundamental yang ketat."

Berdasarkan data delegasi OPEC yang dilaporkan oleh pemerintah Arab Saudi, negara tersebut memompa 10,3 juta barel per hari pada bulan Juli, turun dari 10,489 juta barel.

Sementara itu, Amerika Serikat kembali menerapkan sejumlah sanksi terhadap Iran dan menegaskan kembali rencana untuk menerapkan hukuman yang lebih keras atas penjualan minyak Iran pada bulan November.

Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan dalam pidato televisi bahwa Iran terbuka untuk melakukan pembicaraan dengan AS, tetapi tidak di bawah sanksi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Mia Chitra Dinisari
Terkini