Investor Asia Masih Terbebani Krisis Turki, Indeks MSCI Turun

Bisnis.com,15 Agt 2018, 08:41 WIB
Penulis: Renat Sofie Andriani
Bursa Asia MSCI/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Asia gagal mengekor rebound bursa Wall Street dan bergerak negatif pada perdagangan pagi ini, Rabu (15/8/2018), saat kekhawatiran seputar krisis keuangan Turki masih membebani minat investor, terlepas dari rebound mata uang lira.

Nilai tukar lira - yang jatuh ke rekor terendahnya di 7,24 terhadap dolar AS pada awal pekan ini sekaligus menggoyang pasar global – berada di posisi 6,375 setelah rebound lebih dari 8% semalam.

Rebound nilai tukar lira Turki turut meredakan kekhawatiran pasar seputar menyebarnya krisis finansial saat ini sekaligus mengangkat tiga indeks saham acuan di bursa Wall Street Amerika Serikat (AS) pada Selasa (14/8).

Sayangnya, kebangkitan pada bursa saham AS tidak merembet ke Asia pagi ini. Indeks MSCI Asia Pasifik, selain Jepang, turun 0,15% setelah melonjak 0,4% pada hari sebelumnya ketika lira menunjukkan tanda-tanda pemulihan.

Bursa saham Australia turun 0,15%, sedangkan indeks Nikkei Jepang tergelincir 0,15% setelah rebound lebih dari 2% pada Selasa. Sementara itu, aktivitas perdagangan pasar saham di Korea Selatan ditutup hari ini karena libur nasional.

“Pasar ekuitas sedang menunggu langkah selanjutnya menyusul penguatan kemarin. Pelemahan lira Turki mungkin telah berhenti, tetapi negara ini belum mengatasi masalah mendasar yang dihadapinya. Hal ini membuat sentimen pasar tetap lemah,” kata Masahiro Ichikawa, pakar strategi senior di Sumitomo Mitsui Asset Management, dikutip Reuters.

Menggarisbawahi kekhawatiran yang berkelanjutan terhadap krisis di Turki, dolar AS – yang berlaku sebagai aset safe haven - bergerak di kisaran level tertingginya dalam 13 bulan terhadap sejumlah mata uang utama.

Pada Selasa (14/8), Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyatakan akan memboikot produk-produk elektronik dari Amerika Serikat, meskipun belum menentukan kapan dan bagaimana langkah ini dilakukan.

Indeks dolar, yang mengukur kekuatan greenback terhadap sejumlah mata uang utama di dunia, berada di posisi 96,696 setelah naik ke 96,794, level tertinggi sejak akhir Juni 2017.

Penguatan mata uang AS tersebut semakin didorong oleh pelemahan mata uang euro, yang telah tertekan potensi risiko terhadap bank-bank Eropa akibat gejolak krisis keuangan di Turki.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Mia Chitra Dinisari
Terkini