Terkerek Harga Minyak, Permintaan Kredit Diproyeksi Naik

Bisnis.com,19 Agt 2018, 20:08 WIB
Penulis: Ipak Ayu H Nurcaya

Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom Institute of Development for Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai peluang perbankan di penyaluran kredit sektor konstruksi pada tahun depan cukup prospektif karena terkerek oleh harga minyak.

Harga minyak mentah yang ditarget US$70 per barel pada tahun ini menggambarkan prospek kredit di sektor migas. Ketika harga minyak bagus biasanya berkorelasi dengan naiknya investasi perusahaan migas.

"Mereka akan cari pinjaman lebih banyak ke perbankan. Di sisi yang lain pertumbuhan ekonomi yang ditarget 5,3% masih cukup solid menggambarkan prospek pemulihan sektor riil," katanya, Minggu (19/8/2018).

Dalam RAPBN pemerintah juga mendorong sisi belanja konsumsi seperti dana bantuan sosial, dana desa, dan kenaikan gaji pokok Aparatur Sipil Negara (ASN) sebesar 5%. Stimulus dari sisi belanja pemerintah akan mendongkrak kredit konsumsi mulai dari kredit pemilikan rumah (KPR), kredit tanpa agunan (KTA), dan kredit kendaraan bermotor.

"Akan tetapi perbankan juga mesti waspada karena tantangan global tahun depan cukup berat. Kurs rupiah Rp14.400 merupakan asumsi yang tertinggi dalam RAPBN. Artinya sektor manufaktur dengan naiknya biaya bahan baku akan tunda ekspansi," ujar Bhima.

Adapun, penyelesaian proyek pembangunan infrastruktur pada 2019 diyakini akan mendorong penarikan komitmen pinjaman yang sudah disetujui.

Secara umum, komitmen pinjaman perbankan yang sudah disepakati namun belum ditarik atau undisbursed loan meningkat sejak tiga tahun terakhir. Per Mei 2018, berdasarkan data OJK, uang debitur yang menggangur di bank mencapai Rp1.460 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Farodilah Muqoddam
Terkini