Penerapan B20: Pemerintah Beri Kelonggaran Pada Mesin yang Belum Compatible

Bisnis.com,26 Agt 2018, 19:41 WIB
Penulis: Rinaldi Mohammad Azka
Ilustrasi bahan bakar Biodiesel B20/Reuters-Mike Blake

Bisnis.com, JAKARTA -- Penerapan B20, Pemerintah tetap berikan kelonggaran pada mesin yang tidak sanggup menggunakan campuran tersebut. Namun, pelonggaran tersebut tetap mesti melalui pembuktian yang jelas.

Seperti diketahui, kebijakan penerapan pencampuran solar dengan crude palm oil atau B20 bagi seluruh pengguna BBM Solar akan segera dilaksanakan, Pemerintah mencanangkan program ini efektif per 1 September mendatang.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan bagi otoritas yang tidak mencampurkan solarnya dengan CPO akan dikenakan sanksi berupa denda.

"Urusan denda itu yang berkewajiban mencampur solar dengan bio itu 12 importir, termasuk juga pertamina, dia itu distributornya ada 150 lebih, tapi yang jumlah banyak ini tidak memiliki kewajiban mencampur itu. Dengan demikian, yang wajib mencampurnya adalah Pertamina, jadi kakinya jelas pertamina, itu jelas yang wajib mencampur siapa," ujarnya kepada Bisnis akhir pekan lalu.

Dia pun melanjutkan tidak akan ada otoritas yang tidak mencampur solarnya dengan CPO kecuali memang mesin yang digunakan itu belum mampu menggunakan bahan bakar campuran. 

Contoh kasus yang terjadi lanjutnya adalah PLN, dimana pembangkit listriknya yang menggunakan turbin tidak dapat menggunakan B20, sehingga itu dikecualikan. Menurutnya sampai dengan saat ini ada 3 otoritas pengguna solar yang meminta penundaan, yakni PLN, TNI dan Freeport.

"Tergantung mesinnya, yang TNI belum fiks, dia minta waktu 2 bulan untuk audit forensik, kalau freeport sama saja, PLN itu khusus pembangkit yang pakai turbin, itu sama dengan pesawat, karena tidak bisa dikasih B20," jelasnya.

Dia pun menegaskan perlu ada penakaran khusus agar suatu otoritas dapat tidak menggunakan B20. "Kalau Kementerian ESDM bilang Freeport Indonesia tidak bisa itu harus ada buktinya, mana freeport tidak bisa," tegasnya.

Dengan demikian, Kementerian ESDM sebagai otoritas teknis harus meminta pembuktian dan Kemenko Perekonomian akan tetap menagih pembuktian tersebut. 

Sementara, menurutnya, jika yang terjadi penghasil CPO yang tidak mengirimkan CPO maka yang terkena denda adalah penghasil CPO. "Kalau yang punya CPO datang dan tidak dicampur, keluar dari tempat mereka [importir minyak] itu mereka yang terkena denda," paparnya.

"Itu nanti di bawah pengawasan ada tim monitoringnya dari timnya, secara kementerian ESDM otoritasnya untuk itu secara teknis nanti ada timnya, mereka juga nanti membangun sistem IT, sementara landasan hukumnya melalui Peraturan Menteri ESDM," tegasnya.

Saat ini, pemerintah tengah serius perbaiki defisit neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalannya. Berbagai langkah dilakukan, salah satunya rencana penerapan PPh Impor yang lebih tinggi terhadap 900 barang konsumsi.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan bersama Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian tengah mengkaji 500 barang konsumsi yang diimpor, jumlah tersebut naik, mengikuti data jumlah barang yang tercantum pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.132/2015 dan PMK 34/2017. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Gita Arwana Cakti
Terkini