Penaikan Tarif Batas Bawah Penerbangan Dinilai Picu Distorsi Pasar

Bisnis.com,28 Agt 2018, 18:45 WIB
Penulis: Rio Sandy Pradana
Pesawat udara berada di kawasan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali, Sabtu (23/9)./ANTARA-Fikri Yusuf

Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat penerbangan menilai pemerintah seharusnya mengevaluasi tarif batas atas dibandingkan dengan tarif batas bawah untuk mencegah terjadinya distorsi pasar.

Sekretaris Jaringan Penerbangan Indonesia, Gerry Soedjatman mengatakan penaikan TBB sebesar 5% yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan menjadikan selisih dengan TBA menjadi semakin sempit, yakni 65%. Padahal, maskapai membutuhkan pendapatan saat low season.

"Menaikkan TBB dikhawatirkan akan mengakibatkan distorsi pasar, akan terjadi surplus pada low season. Ini akan membuat maskapai menjadi lebih sulit bertahan," kata Gerry, Selasa (28/8/2018).

Dia menambahkan permintaan pada saat low season bersifat elastis, sedangkan peak season cenderung inelastis. Namun, banyak yang mengira permintaan pada low season itu bersifat inelastis.

Permintaan elastis terjadi bila persentase perubahan permintaan lebih besar dari persentase perubahan dari harga. Adapun, permintaan inelastis adalah kondisi saat persentase perubahan permintaan lebih kecil dari persentase perubahan pada harga.

Di sisi lain, mayoritas penumpang pesawat bersifat non-time critical, artinya mereka bersedia mengubah rencana jadwal sesuai harga (price sensitive). Biasanya penumpang membeli tiket penerbangan jauh hari karena lebih murah.

Konsep tersebut, lanjutnya, merupakan penerapan dari fleksibilitas harga (flexible pricing) yang diterapkan maskapai. Hal tersebut bertujuan mengetahui harga yang tepat sesuai titik ekuilibrium antara permintaan dan penawaran.

Gerry berpendapat flexible pricing dibutuhkan karena permintaan dalam jangka pendek berubah sesuai kondisi pasar tetapi ketersediaan kursi pada maskapai cenderung tetap dalam jangka pendek.

"Kalau TBB dinaikan tanpa ada pengurangan kapasitas, dengan alasan biar nggak semakin rugi, ini melawan prinsip dasar ekonomi dan hukum supply and demand," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Fajar Sidik
Terkini