Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan Peraturan OJK No. 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan untuk memayungi pengawasan dan pengaturan industri financial technology (fintech).
"Peraturan ini dikeluarkan OJK mengingat cepatnya kemajuan teknologi di industri keuangan digital yang tidak dapat diabaikan dan perlu dikelola agar dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso melalui siaran pers pada Sabtu (1/9/2018).
OJK memandang inovasi keuangan digital perlu diarahkan agar bertanggung jawab, aman, mengedepankan perlindungan konsumen, dan memiliki risiko yang terkelola dengan baik.
Peraturan itu juga dikeluarkan sebagai upaya mendukung pelayanan jasa keuangan yang inovatif, cepat, murah, mudah, dan luas serta untuk meningkatkan inklusi keuangan, investasi, pembiayaan serta layanan jasa keuangan lainnya.
Pokok-pokok pengaturan inovasi keuangan digital (IKD) antara lain mengenai mekanisme pencatatan dan oendaftaran fintech.
Dalam hal ini, setiap penyelenggara IKD baik perusahaan startup maupun lembaga jasa keuangan (LJK) akan melalui tiga tahap proses sebelum mengajukan permohonan perizinan.
Pertama, pencatatan kepada OJK untuk perusahaan startup/non-LJK. Permohonan pencatatan secara otomatis termasuk permohonan pengujian regulatory sandbox. Sedangkan untuk LJK, permohonan sandbox diajukan kepada pengawas masing-masing bidang (perbankan, pasar modal, industri keuangan non-bank/IKNB).
Kedua, proses regulatory sandbox berjangka waktu paling lama 1 tahun dan dapat diperpanjang selama 6 bulan bila diperlukan.
Ketiga, pendaftaran/perizinan kepada OJK.
Regulatory Sandbox
Pokok pengaturan berikutnya ialah mengenai mekanisme pemantauan dan pengawasan fintech.
Dalam hal ini, OJK akan menetapkan penyelenggara IKD yang wajib mengikuti proses regulatory sandbox. Hasil uji coba regulatory sandbox ditetapkan dengan status direkomendasikan, perbaikan, atau tidak direkomendasikan.
Selanjutnya, penyelenggara IKD yang sudah menjalani regulatory sandbox dan berstatus direkomendasikan dapat mengajukan permohonan pendaftaran kepada OJK.
Untuk pelaksanaan pemantauan dan pengawasan, penyelenggara IKD diwajibkan melakukan pengawasan secara mandiri dengan menyusun laporan self assessment yang sedikitnya memuat aspek tata kelola dan mitigasi risiko.
Selain itu, penyelenggara IKD dilarang mencantumkan nama dan/atau logo OJK, tetapi dapat mencantumkan nomor tanda tercatat/terdaftar.
Dalam jangka menengah, OJK dapat menunjuk pihak lain (asosiasi penyelenggara IKD yang diakui oleh OJK) yang bertugas dalam pengawasan IKD.
Pokok pengaturan berikutnya terkait dengan pPembentukan ekosistem fintech.
OJK menegaskan untuk memelihara ekosistem keuangan, lembaga jasa keuangan yang telah memperoleh izin atau terdaftar di OJK dilarang bekerja sama dengan penyelenggara IKD yang belum tercatat di OJK atau terdaftar di otoritas lain yang berwenang guna memelihara ekosistem keuangan.
Membangun budaya inovasi juga termasuk salah satu pokok yang diatur OJK. Mengenai hal ini, OJK menginisiasi pembentukan pusat inovasi keuangan digital (fintech center) dan ekosistem IKD yang bertujuan sebagai sarana komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi antara otoritas terkait dan pelaku IKD serta wadah inovasi dan pengembangan IKD.
Pembentukan fintech center, menurut OJK, dapat membantu berjalannya proses regulatory sandbox sebagai langkah inkubasi model bisnis yang inklusif dan memenuhi prinsip kehati-hatian serta meningkatkan sinergi antarindustri, pemerintah, akademisi dan innovation hub lain.
OJK juga mengatur tentang inklusi dan literasi IKD. OJK menyatakan penyelenggara IKD wajib melaksanakan kegiatan untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan kepada masyarakat.
Perlindungan Data
Hal lain yang juga digaeisbawahi ialah terkait dengan bisnis dan perlindungan data yakni penyelenggara IKD wajib menyediakan pusat pelayanan konsumen berbasis teknologi sebagai bentuk penerapan edukasi dan perlindungan konsumen beserta usahanya.
Menyangkut manajemen risiko yang efektif, OJK menyatakan penyelenggara IKD wajib menerapkan prinsip pemantauan secara mandiri, menginventarisasi risiko utama, menyusun laporan risk self assessment secara bulanan, serta memiliki perangkat yang dapat meningkatkan efisiensi dan kepatuhan atas proses pemantauan yang dilakukan oleh OJK.
OJK juga mengatur tentang perlindungan konsumen. Mengenai perlindungan konsumen, penyelenggara IKD wajib menerapkan prinsip dasar perlindungan konsumen yaitu transparansi, perlakuan yang adil, keandalan, kerahasiaan dan keamanan data/informasi konsumen, serta penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa konsumen secara sederhana, cepat, dan biaya terjangkau.
Khusus soal transparansi, penyelenggara IKD wajib menerapkan prinsip pengawasan berbasis disiplin pasar, risiko dan teknologi terhadap inovasinya antara lain harus memperhatikan transparansi produk dan layanan, pasar yang kompetitif dan inklusif, kesesuaian dengan kebutuhan konsumen, penanganan mekanisme keluhan yang segera, serta aspek keamanan dan kerahasiaan data konsumen dan transaksi.
OJK menyoroti pula pengaturan anti-pencucian uang dan pendanaan terorisme. Terkait dengan hal ini, OJK menyatakan penyelenggara IKD wajib menerapkan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme di sektor jasa keuangan terhadap konsumen sesuai ketentuan POJK di bidang AML-CFT (Anti Money Laundering and Counter-Financing of Terrorism).
Sebelum penerbitan aturan ini, OJK telah mengeluarkan peraturan mengenai fintech peer to peer lending melalui POJK 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel